JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz, meminta agar Presiden Joko Widodo tidak menghadiri pelaksanaan Muktamar Islah yang akan digelar pada 8-10 April 2016 mendatang.
Djan menilai, Muktamar Islah tersebut sebagai kegiatan yang melanggar hukum.
"Bayangkan seorang menteri mengajak kawan-kawannya dan meminta Presiden hadir dalam Muktamar yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung," ujar Djan dalam konferensi pers di kantor DPP PPP, Jakarta, Minggu (3/4/2016).
Sejumlah fungsionaris PPP menemui Presiden Joko Widodo di Istana, Jakarta, Jumat (1/4/2016) pagi. Pelaksana tugas Ketua Umum PPP hasil Muktamar Bandung, Emron Pangkapi, mengatakan, ada beberapa hal yang ingin disampaikan kepada Presiden, salah satunya melaporkan penyelenggaraan Muktamar PPP.
Menurut Djan, pengurus PPP hasil Muktamar Bandung yang menjadi panitia Muktamar Islah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah. Sebab, kepengurusan Muktamar Bandung telah habis masa berlakunya, atau demisioner.
Djan Faridz mengatakan, keputusan Menteri Hukum dan HAM untuk menghidupkan kembali Surat Keputusan (SK) Muktamar Bandung tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Pasalnya, putusan Mahkamah Agung telah lebih dulu melegalkan Muktamar Jakarta.
Menurut Djan, pihaknya akan segera mengirimkan surat kepada Presiden, Sekretaris Kabinet dan Menteri Sekretaris Negara, untuk meminta agar Presiden tidak hadir dalam Muktamar Islah tersebut.
"Saya akan buat laporan resmi agar undangan itu dikaji ulang, jangan sampai beliau (Jokowi) hadir. Kita minta pengurus PPP seluruh Indonesia untuk mengabaikan undangan dari mereka," kata Djan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.