Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/03/2016, 17:27 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Surya Tjandra menilai, proses pemberian diponir atau mengesampingkan perkara tak hanya mengandung unsur hukum, tetapi juga sarat muatan politik.

Karena itu, menurut dia, Jaksa Agung tidak boleh terlalu sering mengeluarkan diponir dalam proses penegakan hukum.

“Catatan penting dari proses ini, kan ada putusan politik menganulir proses hukum. Ini bisa baik bisa bahaya. Boleh (terbitkan deponir), tapi jangan terlalu sering. Nanti kita blunder, mana proses hukum mana proses politik,” ujar Surya di Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta, Senin (7/3/2016).

Hal itu disampaikan Surya menyikapi keputusan Jaksa Agung HM Prasetyo yang menerbitkan deponir kasus dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Surya menambahkan, seharusnya ada pemikiran yang lebih cakap dan jernih. Misalnya, dengan cara pemerintah duduk bersama aparat penegak hukum untuk menyepakati ada atau tidaknya proses lanjutan untuk sebuah perkara.

Cara tersebut, menurut dia, jauh lebih sehat secara politik. (baca: Deponering Kasus Abraham-Bambang Akan Digugat lewat Tiga Jalur)

“Kalau deponir sangat politis. Sangat terserah dengan diskresi eksekutif. Itu bisa baik, bisa berbahaya,” kata dia.

Sementara itu, aktivis antikorupsi Luky Djani berpendapat, semestinya kasus mereka diproses hingga pengadilan. Dengan begitu, akan terlihat buruknya proses penegakan hukum di Indonesia.

Hal tersebut, menurut Luky, diharapkan mampu membuat Presiden Joko Widodo untuk membenahi hukum di Indonesia yang carut marut. (Baca: Kapolri: Seharusnya Abraham Samad-BW Buktikan Salah atau Tidak di Pengadilan)

“Kalau saya, biar lanjut saja. Kalau mau dihukum, ya hukum saja. Kita tahu kok pasti pengadilannya main-main,” tutur Luky.

“Tapi itu jadi panggung untuk menunjukan bahwa nih hukum di Indonesia kayak begini bobroknya,” tambah dia.

Jaksa Agung sebelumnya mengaku, deponir terhadap dua mantan pimpinan KPK itu dilakukan walau telah menerima berkas perkara itu secara lengkap atau P21 dari kepolisian. (Baca: Ini Alasan Jaksa Agung Deponir Kasus Samad dan Bambang Widjojanto)

Kejaksaan beralasan kasus Abraham dan Bambang dikesampingkan karena kasus yang menimpa keduanya sebagai aktivis pemberantasan korupsi berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Selain itu, respons masyarakat terhadap kasus yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ini dianggap akan berdampak terhadap turunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

Abraham ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kartu keluarga dan kartu tanda penduduk atas nama Feriyani Lim.

Adapun Bambang adalah tersangka perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat ketika itu.

Adapun kasus Novel, Kejaksaan lebih dulu menghentikan berkas penuntutan perkara yang sempat diserahkan ke pengadilan.

Novel ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet yang terjadi saat Novel menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu pada 2004 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com