Dalam Konferensi Peradilan Internasional Sedunia di Singapura, 29 Januari lalu, pimpinan salah satu pengadilan di India bertanya bagaimana bisa meningkatkan pelayanan di tengah perkara menumpuk dan kondisi sumber daya serta fasilitas kurang.
Pertanyaan itu dijawab oleh Direktur Eksekutif Singapura Judicial College Tan Boon Heng. Menurut Tan, pengadilan di Kepanjen, Indonesia, menghadapi masalah serupa, tetapi bisa mengatasinya.
Senin (29/2), Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen yang terletak di Jalan Panji, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menggelar sidang perdana perkara kecelakaan lalu lintas yang merenggut empat nyawa (Bus Restu Mulia menabrak minibus) dengan terdakwa Jari Purwanto (32), kondektur bus.
Sidang dipimpin Hakim Handry Argatama Ellion, dihadiri sejumlah keluarga korban dan sopir bus bernama Wahyudi, yang mengantuk saat kecelakaan terjadi sehingga menyerahkan kemudi ke Jari yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM).
Ada hal yang berbeda di dalam ruang sidang Kartika ketika itu. Di hadapan majelis hakim, terdakwa, jaksa, dan penasihat hukum, masing-masing terdapat sebuah mikrofon yang terhubung ke perangkat komputer di meja panitera.
Ternyata PN Kepanjen sedang melaksanakan uji coba penerapan aplikasi audio teks recorder (ATR) atau konversi online persidangan lisan menjadi tertulis.
Di Indonesia, pengadilan yang menggunakan sistem ini bisa dihitung dengan jari.
Berbeda dengan sistem konvensional di mana panitera harus mencatat seluruh percakapan di ruang sidang, maka dengan aplikasi ATR, suara hakim, terdakwa, saksi, penasihat hukum, dan jaksa langsung diubah menjadi teks. Panitera tak lagi harus repot mencatat. Selain cepat, cara ini juga lebih akurat.
ATR hanya salah satu keunggulan PN Kepanjen yang menduduki peringkat ke-16 dari 32 pengadilan negeri terbaik di dunia, seperti dilansir International Consortium for Court Excellence (ICCE) pada Oktober 2015.
PN Kepanjen menjadi satu-satunya pengadilan di Indonesia yang mendapatkan peringkat ini.
ICCE merupakan konsorsium pengadilan yang awalnya dibentuk oleh beberapa pengadilan di Amerika, Australia, dan Singapura, dan terakhir Bank Dunia ikut bergabung di dalamnya.
Konsorsium ini membuat standar untuk pengadilan di seluruh dunia, meliputi pembenahan dalam semua hal agar sebuah pengadilan bisa disebut memiliki keunggulan (excellent court). Pengadilan unggul ini selaras dengan cita-cita reformasi Mahkamah Agung (MA).
Selain ATR, PN Kepanjen juga menerapkan video telekonferensi di ruang pengadilan anak. Dengan bantuan kamera dan monitor, terdakwa dan korban ditempatkan di ruang terpisah sehingga korban yang masih anak-anak tidak merasa tertekan.