Menurut dia, ada logika terbalik dalam salah satu poin yang diajukan, yakni perpanjangan masa penangkapan menjadi 30 hari. Sementara dalam aturan yang saat ini berlaku, batas waktu penangkapan adalah 7x24 jam.
"Kenapa mesti 30 hari? Seharusnya penangkapan itu setelah mendapat bukti, bukan untuk mencari bukti," ujar Arsul dalam diskusi di Jakarta, Minggu (28/2/2016).
Arsul mengatakan, laporan intelijen saja sudah menjadi satu alat bukti. Sementara alat bukti lainnya bisa dari keterangan saksi.
Dengan demikian, Arsul menganggap tak ada alasan untuk memperpanjang masa penangkapan.
"Ada keperluan untuk revisi itu, tapi tidak kemudian jadi terlalu luas," kata Arsul. Dia berjanji akan mengkritisi ajuan pemerintah itu di Badan Legislasi. Menurut dia, sejumlah poin yang direvisi justru hilang dari fokus kebutuhan.
Sementara menurut Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mrnganggap, penangkapan hanya periode transisi yang tidak butuh waktu panjang.
Bahkan, sedianya waktu 1x24 jam pun cukup untuk menemukan bukti tambahan, tak perlu sampa berminggu-minggu. "Soal penangkapan itu salah tafsir. Ditangkap malah untuk cari alat bukti," kata Haris.
Sebelumnya, ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR dalam revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme.
Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah waktunya. Kedua, dalam hal penyadapan, ijin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja. Saat ini, yang berlaku yaitu ijin penyadapan dari ketua pengadilan negeri.
Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.
Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.
Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris.
Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.