Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Dianggap Menyimpang, Aktivitas Gafatar Akan Dilarang Pemerintah

Kompas.com - 30/01/2016, 00:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung telah memanggil lima mantan petinggi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) untuk dimintai klarifikasi soal paham dan kegiatan mereka selama ini.

Klarifikasi melalui wawancara tersebut dilakukan oleh Tim Pengawasan Aliran dan Kepercayaan Masyarakat (Pakem) yang dipimpin oleh Jaksa Muda Intelijen Adi Toegarisman.

"Tim Pakem ini tugasnya meneliti, mempelajari dan menganalisa. Apakah di dalam Gafatar ini mengajarkan ajaran agama yang menyimpang atau tidak dari ajaran agama pokoknya. Kalau dari wawancara tadi sentralnya adalah agama Islam," ujar Adi saat memberikan keterangan di kantor Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/1/2016).

Setelah melakukan wawancara, Tim Pakem akan melakukan pembahasan untuk mencari tahu apakah terdapat penyimpangan.

Jika dianggap menyimpang, maka Tim Pakem akan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.

"Kami juga nanti akan melihat hasil rekomendasi atau fatwa MUI. Kalau tim Pakem ini menilai bahwa Gafatar telah mengajarkan ajaran agama yang menyimpang maka akan dilarang melalui penerbitan SKB. Seandainya setelah dilarang Gafatar masih menjalankan kegiatannya, maka akan ada penindakan," jelasnya.

Sementara itu, mantan ketua umum Gerakan Fajar Nusantara Mahful Muis Tumanurung menginginkan Pemerintah mengambil sikap yang jelas, tegas, adil dan bijak. Sehingga anggota kelompok yang lain bisa kembali ke masyarakat dengan tenang.

"Tidak ditanya apa-apa, saya hanya menjelaskan soal Gafatar saja. Kami juga ingin semuanya jelas, supaya kami tidak digantung. Sehingga teman-teman bisa kembali ke masyarakat dengan tenang. Memulai kembali hidupnya. Syukur-syukur kami bisa dikembalikan ke Kalimantan," ujar Mahful ketika ditanya perihal pemanggilan tersebut.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa Gafatar sebenarnya sudah bubar sejak 11 agustus 2015. Ia meminta Pemerintah melindungi aset-aset mantan anggota Gafatar, berupa benda bergerak dan tidak bergerak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com