Ia mengajukan agar usulan ini dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
"Perpendek proses sengketa dengan membuat pengadilan khusus. Saat ini terlalu banyak lembaga yang terlibat," ujar Jimly, saat ditemui di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Selasa (27/1/2016).
Menurut Jimly, pengadilan khusus itu dapat dibentuk pada internal Badan Pengawas Pemilu. Dengan demikian, berbagai gugatan yang diterima sejak masa pencalonan kepala daerah tidak memerlukan proses yang panjang, seperti harus melalui panwaslu, sentra penegakan hukum terpadu, atau pun melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sementara, lanjut Jimly, pengadilan untuk gugatan hasil pilkada dapat tetap diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Bawaslu bisa dijadikan pengadilan. Ini lebih efektif dan efisien," kata Jimly.
Selain itu, Jimly juga menyarankan agar DKPP diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi etik kepada calon kepala daerah dalam Undang-Undang Pilkada.
Adapun, jika terbukti melanggar etik, calon kepala daerah dapat diberikan sanksi berupa diskualifikasi.
"Biasanya, calon kepala daerah lebih takut pada ancaman diskualifikasi daripada pidana," kata Jimly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.