Sebab, dia berpendapat, persepsi masyarakat pada umumnya sering terdistorsi atas fatwa itu. Jika suatu kelompok dicap menyimpang dan sesat, seolah-olah laik untuk diperlakukan secara tidak manusiawi.
"Oleh sebab itu, MUI harus menyeimbangkannya dengan mengeluarkan fatwa tentang mewajibkan masyarakat memperlakukan mereka (pengikut Gafatar) dengan baik," ujar Yenny di Griya Gus Dur, Menteng, Jakarta, Minggu (24/1/2016).
(Baca: Dilema Eks Gafatar, Ditolak Anak Kandung, Dipaksa Pindah dari Kalimantan)
Yenny prihatin atas apa yang terjadi di Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu. Aset milik pengikut Gafatar dihancurkan hanya karena alasan keyakinan yang berbeda dari keyakinan mayoritas. Apalagi, anak-anak yang tidak mengetahui apa-apa juga turut menjadi korban.
Yenny sekaligus menyayangkan penyebaran informasi oleh media massa yang seolah-olah memberitakan bahwa keberadaan Gafatar menjadi ancaman untuk keyakinan mayoritas.
"Terkesan, seolah-olah ajaran sesat mereka itu menakut-nakuti masyarakat. Mereka diisukan akan menyebarkan ajarannya. Padahal, hal-hal semacam itu bisa diselesaikan dengan dialog, komunikasi," ujar Yenny.
(Baca: Franz Magnis: Negara Memperlakukan Gafatar dengan Buruk)
Puteri kedua Presiden RI ketiga Abdurrahman Wahid melanjutkan, jika dalam komunikasi dan dialog mereka bersikukuh tetap dengan keyakinannya, mereka juga laik diberi ruang di massyarakat. Menurut Yenny, mereka juga bukan kategori kelompok teroris.
"Ya kami mengimbau sajalah agar masyarakat tidak memperlakukan mereka dengan cara kekerasan. Hormati hak mereka sebagai warga negara untuk tersesat kalau memang mau dibilang mereka sesat," ujar dia.