JAKARTA, KOMPAS.com — Dua hakim konstitusi, Anwar Usman dan Maria Farida Indrati, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memperjelas status pemanggilan saat mengundang seseorang untuk diminta keterangan.
Pasalnya, kedua hakim pernah merasakan trauma akibat dipanggil KPK untuk menjadi saksi dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
"Suatu pengalaman bagi saya, kalau orang dipanggil KPK itu seperti geledek di siang bolong," ujar Farida kepada lima pimpinan KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Farida mengatakan, status pemanggilan yang tidak jelas membuat kerabat dan keluarganya menjadi panik saat mengetahui bahwa dia dipanggil oleh KPK.
Menurut dia, ke depan diperlukan suatu kejelasan mengenai status dan alasan pemanggilan. (Baca: Hakim MK Minta KPK Tak Gantung Status Tersangka Seseorang hingga Tahunan)
Sementara itu, hakim konstitusi lainnya, Anwar Usman, juga merasakan hal yang serupa. Ia menceritakan, saat dia dipanggil oleh KPK, sebagian besar kerabatnya menelepon untuk mencari tahu.
Bahkan, salah satu anggota keluarganya sampai-sampai terjatuh lemas karena kaget mendengar kabar bahwa ia diperiksa oleh KPK. (Baca: Ini Saran Hakim MK agar Penyidik Independen KPK Tak Lagi Dipermasalahkan)
"Sama seperti Ibu Farida, seolah kalau sudah dipanggil KPK itu sudah di-blacklist, tidak ada yang lolos," kata Anwar.
Ketua KPK Agus Rahardjo yang mendengar curhat kedua hakim tersebut kemudian berjanji untuk memperbaiki sistem pemanggilan terhadap seseorang. Status pemanggilan, kata Agus, akan dibuat lebih jelas dan spesifik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.