Misalnya saja seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) hingga Mahkamah Agung (MA).
Maka dari itu, muncul usulan agar DKPP menjadi lembaga peradilan khusus pemilu untuk memangkas panjangnya proses pengadilan itu. DKPP juga akan tetap menjadi lembaga pengadil etika penyelenggara pemilu.
"Ada juga yang usulkan, kenapa tidak DKPP saja yang jadi pengadilan? Baik mengadili etika maupun proses," ujar Jimly di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (28/12/2015).
Sedangkan Bawaslu, sebut Jimly, bisa menjadi penggugatnya.
Sementara keberadaan Mahkamah Konstitusi tetap tak tergantikan. Mantan Ketua MK itu mengungkapkan MK akan tetap diperlukan untuk memutus sengketa hasil akhir pilkada.
Namun, untuk memutus pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu, DKPP dianggap bisa melakukannya.
Opsi lain, menurut Jimly, Bawaslu bisa saja dijadikan satu-satunya lembaga yang menangani sengketa pemilu.
"Semua lembaga peradilan jangan lagi menangani urusan pemilu. Semua diintegrasikan kepada Bawaslu. Ini salah satu kemungkinan," kata Jimly.
Untuk penguatan lembaga peradilan pemilu, Jimly menilai harus diawali dengan penguatan Undang-undang, dimana aturan mengenai kepemiluan dijadikan satu buku dan tak lagi terpisah.
Perubahan undang-undang tersebut juga harus memuat aturan yang bisa memberi kewenangan kepada lembaga peradilan khusus pemilu.