Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Setya Novanto Tertutup, Dicurigai Ada Kepentingan yang Ingin Diselamatkan

Kompas.com - 07/12/2015, 20:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengkritisi permintaan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto untuk menggelar sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup. 

Menurut Petrus, Setya yang berhasil mempengaruhi MKD menguatkan dugaan ada suatu kepentingan yang ingin disembunyikan.

"Menggambarkan terdapat kepentingan yang lebih besar yang harus diselamatkan melalui sidang tertutup," ujar Petrus melalui pesan singkat, Senin (7/12/2015).

Petrus mengatakan, semestinya MKD konsisten sejak awal bahwa sidang akan dilakukan terbuka atau tertutup. (Baca: Presiden Jokowi Sudah Menahan Amarah ke Setya Novanto Sejak Pagi)

Dia membandingkannya dengan pemeriksaan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Presiden Dirwktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang digelar terbuka.

Menurutnya, pelaksanaan sidang yang tertutup justru mengamankan posisi Setya Novanto sebagai pimpinan lembaga legislatif itu. (Baca: Jokowi: Tak Apa Saya Dibilang "Koppig", tapi Kalau Sudah Meminta Saham, Tak Bisa!)

"Sidang tertutup MKD saat pemeriksaan Setya Novanto membuktikan bahwa MKD telah memenangkan Setya Novanto dari ancaman pemberhentian dari keanggotaan dan jabatan sebagai Ketua DPR," kata Petrus.

Dengan demikian, publik hanya berharap pada proses hukum yang saat ini tengah berjalan di Kejaksaan Agung. Dia pun menagih konsistensi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendukung proses hukum itu.

"Mereka menghendaki proses hukum atas diri Setya Novanto karena diduga telah melakukan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi," kata Petrus.

Dalam dokumen pembelaannya, Setya meminta agar MKD menolak laporan yang disampaikan Sudirman Said. (Baca: Jusuf Kalla Sarankan Setya Novanto Mundur sebagai Ketua DPR)

Dia juga meminta MKD tidak menjadikan rekaman yang dibuat Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sebagai alat bukti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com