Menurut Hendri, dugaan pelanggaran kode etik Novanto hanyalah sebuah persoalan yang kecil.
Seharusnya, lanjut Hendri, publik juga fokus ke keputusan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menghentikan atau memperpanjang kontrak karya PT Freeport di tanah Papua.
"Jangan sampai publik larut dengan bertele-telenya sidang MKD dan melupakan masalah yang sebenarnya, yakni kontrak karya Freeport," ujar Hendri dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu (5/12/2015).
Sebab, Hendri melihat porsi pemberitaan sidang kode etik Novanto jauh lebih besar ketimbang sorotan terhadap persoalan inti, yakni menagih kepastian pemerintah terkait kontrak karya Freeport yang habis pada 2021 mendatang.
Apalagi, Hendri menilai proses sidang MKD sengaja dibuat panjang dan berliku. Padahal, Hendri melihat, jika hanya untuk mencari ada atau tidaknya pelanggaran kode etik pada Novanto, seharusnya hal itu bisa didapatkan dengan mudah.
"Drama ini mau selesai atau tidak tergantung niat si penyelesainya. Kalau memang niat menurunkan Setya Novanto, harusnya Senin besok saja sudah selesai, lalu fokus kembali ke persoalan inti," ujar Hendri.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Sudirman menuding Setya melanggar kode etik.
Sudirman mengatakan, Setya bersama pengusaha Riza meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden Joko Widodo dan 9 persen untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Hingga kini, laporan Sudirman tersebut telah ditindaklanjuti MKD dengan menggelar beberapa kali sidang. Namun, belum ada keputusan apapun soal hal itu.