JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang melangkah cepat keluar dari ruang sidang MKD di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11/2015) sore.
Politisi PDI-P ini geram dengan keputusan rapat dan menolak untuk mengikuti jumpa pers dengan media.
"Saya lagi marah ini, minta komentar yang lain saja," kata Junimart saat dimintai tanggapannya mengenai hasil rapat.
Di dalam ruang sidang, Ketua MKD Surahman Hidayat (PKS) serta dua Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra) dan Hardisoesilo (Golkar), memimpin jalannya jumpa pers.
Surahman menjelaskan, rapat memutuskan untuk menunda membawa kasus Ketua DPR Setya Novanto ke persidangan.
Sebagian besar pimpinan dan anggota MKD mempermasalahkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sebagai pelapor. (Baca: "MKD Ada-ada Saja Alasannya...")
Sebab, berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang Tata Beracara MKD, tak ada aturan mengenai pejabat eksekutif yang bisa melaporkan anggota DPR.
Selain itu, sebagian besar anggota juga mempermasalahkan rekaman antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang tak lengkap.
Dalam laporannya, Sudirman menyebut pertemuan di hotel di kawasan Pacific Place, Senayan, Jakarta, 8 Juni 2015 itu, berlangsung selama 120 menit. (Baca: "Publik Kini Pesimistis, Kasus Setya Novanto Antiklimaks")
Namun, Sudirman hanya menyerahkan bukti rekaman pertemuan berdurasi 11 menit 38 detik.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, menyebutkan, anggota MKD dari fraksi partai-partai Koalisi Merah Putih aktif mempermasalahkan kedudukan hukum Sudirman sebagai pelapor hingga rekaman yang berdurasi singkat.
"Kalau dilihat dari perdebatan di situ rata-rata dari KMP," kata Sudding.
Jika memang legal standing menjadi masalah, Sudding mengusulkan agar kasus ini dilanjutkan tanpa pengaduan. MKD bisa mengusut kasus tanpa aduan selama kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik.
Namun, Sudding dan rekan-rekan di KIH kalah suara. (Baca: "MKD Adili Etika Anggota DPR, Sama Saja 'Jeruk Makan Jeruk'")
"Kita minoritas, kalau ada pengambilan keputusan, ya kalah," ucap Sudding.
Dukungan KMP
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menilai, perpecahan di internal MKD merupakan sebuah hal yang wajar.