Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdebatan Orang-orang KMP dan KIH yang Minoritas di MKD

Kompas.com - 24/11/2015, 10:41 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang melangkah cepat keluar dari ruang sidang MKD di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11/2015) sore.

Politisi PDI-P ini geram dengan keputusan rapat dan menolak untuk mengikuti jumpa pers dengan media.

"Saya lagi marah ini, minta komentar yang lain saja," kata Junimart saat dimintai tanggapannya mengenai hasil rapat.

Di dalam ruang sidang, Ketua MKD Surahman Hidayat (PKS) serta dua Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra) dan Hardisoesilo (Golkar), memimpin jalannya jumpa pers.

Surahman menjelaskan, rapat memutuskan untuk menunda membawa kasus Ketua DPR Setya Novanto ke persidangan.

Sebagian besar pimpinan dan anggota MKD mempermasalahkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sebagai pelapor. (Baca: "MKD Ada-ada Saja Alasannya...")

Sebab, berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang Tata Beracara MKD, tak ada aturan mengenai pejabat eksekutif yang bisa melaporkan anggota DPR.

Selain itu, sebagian besar anggota juga mempermasalahkan rekaman antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang tak lengkap.

Dalam laporannya, Sudirman menyebut pertemuan di hotel di kawasan Pacific Place, Senayan, Jakarta, 8 Juni 2015 itu, berlangsung selama 120 menit. (Baca: "Publik Kini Pesimistis, Kasus Setya Novanto Antiklimaks")

Namun, Sudirman hanya menyerahkan bukti rekaman pertemuan berdurasi 11 menit 38 detik.

Anggota MKD dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, menyebutkan, anggota MKD dari fraksi partai-partai Koalisi Merah Putih aktif mempermasalahkan kedudukan hukum Sudirman sebagai pelapor hingga rekaman yang berdurasi singkat.

"Kalau dilihat dari perdebatan di situ rata-rata dari KMP," kata Sudding.

Jika memang legal standing menjadi masalah, Sudding mengusulkan agar kasus ini dilanjutkan tanpa pengaduan. MKD bisa mengusut kasus tanpa aduan selama kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik.

Namun, Sudding dan rekan-rekan di KIH kalah suara. (Baca: "MKD Adili Etika Anggota DPR, Sama Saja 'Jeruk Makan Jeruk'")

"Kita minoritas, kalau ada pengambilan keputusan, ya kalah," ucap Sudding.

Dukungan KMP

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menilai, perpecahan di internal MKD merupakan sebuah hal yang wajar.

Sebab, anggota MKD adalah anggota partai politik yang jelas akan memiliki kepentingan dalam mengusut kasus yang melibatkan anggota DPR.

Terlebih lagi, lanjut Lucius, sejumlah elite parpol KMP sudah menggelar pertemuan di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Jumat pekan lalu.

KMP menyatakan dukungannya kepada Setya Novanto yang juga hadir dalam pertemuan itu.

Lucius menganggap dukungan itu secara tidak langsung telah mengintervensi kerja anggota KMP yang ada di KMP.

"Dukungan resmi dari KMP terhadap Setya memberi angin kepada anggota MKD untuk tak perlu takut membela Setya Novanto," kata Lucius.

Mengakui

Hardisesilo mengakui memang ada instruksi dari Fraksi Golkar untuk membantu Setya Novanto.

Hardi mengaku akan membela Novanto sesuai instruksi fraksi tersebut, tetapi sesuai dengan tata beracara yang ada. (Baca: Jika Setya Novanto Dizolimi, Pimpinan MKD dari Golkar Siap Membela)

"Kalau anggota saya dizalimi ya saya bela. Belanya apa? Sesuai dengan aturan," kata Hadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Misalnya, di tahap verifikasi ini, Hadi mengakui mendorong agar Menteri ESDM Sudirman Said menyerahkan bukti yang lengkap terlebih dahulu terkait rekaman pertemuan.

Setelah itu, barulah MKD bisa melanjutkan kasus ini ke tahap persidangan.

Perpecahan saat MKD harus mengusut dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan pimpinan DPR bukan kali pertama terjadi.

Saat mengusut kehadiran Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat Donald Trump, MKD yang kesulitan memanggil Novanto dan Fadli akhirnya "menjemput bola" dengan mendatangi keduanya.

Pemeriksaan tak dilakukan di ruang sidang MKD, bahkan tidak diketahui oleh sebagian pimpinan dan anggota MKD dari Koalisi Indonesia Hebat, seperti Junimart dan Syarifudin Sudding.

Setelah melakukan pemeriksaan diam-diam itu, MKD memutuskan Fadli dan Novanto melanggar kode etik ringan dan memberikan terguran lisan.

Hasil itu diprotes banyak pihak, termasuk internal MKD. Junimart menilai Novanto dan Fadli melanggar kode etik sedang dan seharusnya dicopot dari pimpinan DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com