JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi dan sejumlah poros muda Golkar menyarankan pembentukan kepengurusan transisional sebagai upaya rekonsiliasi partai.
Dalam kepengurusan tersebut, kedua pihak, baik hasil Munas Ancol dan Munas Bali, disatukan dalam satu kepengurusan.
"Kepengurusan sementara harus memiliki prinsip rekonsiliasi, yaitu penggabungan kepengurusan. Semakin besar pengurus, semakin baik," ujar Muladi, dalam konferensi pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (10/11/2015).
Meski demikian, kepengurusan transisional yang dimaksud tetap berpedoman pada kepengurusan hasil Musyawarah Nasional di Riau pada 2009, di mana Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum dan Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Umum.
Hal itu sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung terkait sengketa Golkar. Menurut Muladi, kepengurusan rekonsiliasi ini dapat dibentuk setelah pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015 digelar.
Kepengurusan sementara ini akan berakhir setelah semua pihak sepakat untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) sebelum 2017.
Selain itu, kepengurusan bersama ini tidak hanya berlaku untuk pengurus DPP Partai Golkar, namun berlaku untuk Fraksi Partai Golkar di DPR.
"Munas Partai Golkar yang banyak dipersoalkan bukan mustahil dilakukan. Tapi jangan dibicarakan sekarang, nanti setelah transisi mantap setelah pilkada," kata Muladi.
Salah satu tokoh muda Golkar yang bergabung dalam kubu Munas Bali, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, keputusan ini disepakati para tokoh muda yang memiliki keresahan akibat tidak kunjung terselesaikannya konflik internal Golkar.
"Setelah setahun, kami ikhlas masalah ini diselesaikan secara hukum, tapi ternyata tidak juga selesai. Sekarang kami temukan alternatif baru, berupa kepengurusan transisional," kata Doli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.