WASHINGTON, KOMPAS.com — Warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat berharap agar Presiden Joko Widodo segera mengatasi permasalahan kabut asap di Tanah Air. WNI merasa malu karena kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menimbulkan asap hingga ke negara lain.
Hal itu terungkap dalam acara dialog masyarakat dan diaspora Indonesia di Wisma Tilden, Washington DC, AS, Minggu (25/10/2015) sore waktu setempat. Acara itu dihadiri lebih dari 1.250 masyarakat dan diaspora Indonesia di AS.
Seorang warga Indonesia asal Sumatera Utara yang tinggal di AS, Kurnia Hutapea, mengatakan, meskipun tidak menghirup asap secara langsung, ia merasa malu pada bangsa lain karena Indonesia menjadi negara sumber asap.
"Ini memalukan bangsa kita karena asap seperti kotoran sehingga bangsa kita tidak punya harga diri disudutkan oleh bangsa lain. Kami seperti tidak bisa menegakkan kepala kami di sini karena sumber kotoran itu berasal dari negara kami," kata Kurnia seperti dikutip Antara, Senin (26/10/2015).
Kurnia berharap Jokowi bisa bersikap tegas dan menghukum para pembakar.
Menanggapi hal itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan tahun ini lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penyebabnya ada dua, yakni gelombang El Nino dan pemberian konsesi 4,8 juta hektar lahan gambut.
Ia mengatakan, jika yang terbakar adalah lahan gambut, upaya pemadaman seperti apa pun tidak akan ada artinya. Meskipun bagian atasnya telah padam, bara api masih menyala pada kedalaman 3-5 meter.
Solusi atas hal itu, kata Jokowi, adalah dengan membuat sekat kanal. Namun, untuk lahan seluas 4,8 juta hektar, setidaknya perlu waktu tiga tahun untuk membangun sekat kanal tersebut.
Saat ini, pemerintah telah mencabut izin tiga perusahaan yang telah terbukti melakukan praktik pembakaran hutan dan lahan. Polisi telah menetapkan 154 tersangka baik dari perusahaan maupun perorangan.
Presiden menyatakan perlunya kehati-hatian untuk bertindak terhadap lahan yang sudah dikonsensi karena mengandung konsekuensi hukum. "Kalau tidak diberikan konsesi, ya tidak akan kejadian sebesar ini," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.