"Karena kalau kader kepala daerah sudah pernah terlapor ke PPATK, melakukan transaksi mencurigakan, maka ketika menjabat most likely atau 99 persen dia akan menjadi koruptor dan memindahkan perilaku korupsi kepada birokrasi di bawahannya," ujar Agus di Jakarta, Sabtu (17/10/2015).
Data tersebut didapat PPATK melalui riset yang dilakukan pada tahun lalu. Selain itu, ada pula riset tentang rekening dana kampanye yang dibuat calon kepala daerah selama proses Pilkada. Hasilnya, mayoritas dari mereka sama sekali tidak memakai rekening tersebut sehingga tidak terlacak transaksi keuangannya untuk kampanye.
"Hanya dipakai sebagai persyaratan normatif saja. Ternyata sumbangan itu 93 persen berupa sumbangan barang dan jasa. Akhirnya banyak mark up dan mark down," kata Agus.
Berdasarkan temuan PPATK, sebanyak 60 persen kepala daerah terjerat kasus korupsi. Oleh karena itu, PPATK memberi perhatian khusus agar Pilkada serentak tidak melahirkan kepala daerah serupa yang sama kotornya.
Agus mengatakan, dalam rapat koordinasi bersama KPU, Bawaslu, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sejumlah kementerian dan instansi terkait beberapa waktu lalu, disampaikan hasil penemuan masing-masing. Dari forum tersebut, KPU dan Bawaslu semestinya mempertimbangkan masukan dan rekomendasi dari lembaga terkait.
"Kami minta Bawaslu mengawasi karena kalau barang dan jasa kan PPATK agak kesulitan mengawasinya kan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.