JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Arsil Tanjung menyebut, ada beberapa calon duta besar yang diajukan Presiden Joko Widodo yang dianggap kurang layak untuk menduduki posisi tersebut. Kendati demikian, Arsil enggan menyebutkan secara rinci berapa jumlah dan siapa saja calon yang dianggap kurang layak.
"Nah itu (jumlah) rahasia. Dua-duanya (karir dan non karir yang tidak layak) ada. Tapi mayoritas diterima dan sebagian besar," kata Arsil di Kompleks Parlemen, Kamis (17/9/2015).
Dari hasil fit and proper test yang dilakukan, Komisi I memberikan sejumlah catatan kepada setiap calon dubes. Seperti calon dubes Indonesia untuk Republik Bulgaria, Sri Astari Rasjid, misalnya, yang dianggap kurang percaya diri (pede).
"Tolong tambah ini-nya, seperti di Bulgaria itu. Si Ibu itu kurang pede. Tolong tambah ilmu komunikasinya," ujarnya.
Pada contoh lain, Arsil mengatakan, ada calon dubes yang seharusnya di-switch lokasi penempatannya. Ia mengatakan, calon dubes Indonesia untuk Panama, Marsekal Madya TNI (Purn) Budhy Santoso, harusnya bertukar posisi dengan calon dubes Indonesia untuk Irak, Bambang Antarikso.
Menurut Arsil, latar belakang Budhy yang merupakan mantan anggota TNI dan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) seharusnya menjadi pertimbangan Presiden untuk menempatkannya di Irak. Ia melihat, saat ini kondisi Irak tengah bergejolak. Sehingga, perlu ditempatkan dubes yang memiliki basis intelijen.
"Kenapa dia di Panama tidak di Irak? Irak kan sedang bergejolak. Nah, itu yang jadi banyak pembicaraan tadi," ujarnya.
Arsil mengatakan, hasil pleno atas fit and proper test terhadap 33 calon dubes belum final. Ia pun menyarankan agar pimpinan DPR berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi untuk meminta penjelasan terkait penemapatan nama-nama para dubes. Sekali pun, penempatan tersebut merupakan hak prerogratif Presiden Jokowi.
"Jadi nanti sebelum diputuskan, Komisi I menyarankan sebaiknya pimpinan DPR didampingi Komisi I berkoordinasi dengan Menlu. Secara logika enam jam nggak cukup secara detil memeriksa keseluruhan. Harus ada koordinasi lanjut, bila perlu kita menghadap Presiden," ujar politisi Gerindra itu.
Ia menambahkan, penunjukkan dubes sepenuhnya menjadi hak prerogratif Presiden. Meskipun, Presiden tidak memerlukan persetujuan, namun perlu mendapat pertimbangan dari DPR dalam penunjukkannya.
"Karena dubes ini kan mewakili negara, mewakili Presiden, jadi nggak boleh sembarangan. Harus dengan teliti banget," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.