Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Penanggulangan Asap Hanya Bersifat Jangka Pendek

Kompas.com - 12/09/2015, 16:22 WIB

TANJUNGPINANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) berpendapat, berbagai upaya penanggulangan kebakaran lahan yang sejauh ini dilakukan pemerintah hanya bersifat taktis jangka pendek tanpa bisa menyentuh akar permasalahan.

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Abetnego Tarigan mengatakan, akar persoalan dari bencana kabut asap tersebut bersumber dari monopoli penguasaan tanah pada segelintir orang.  

"Pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran lahan adalah cara paling terbelakang yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan demi menambah keuntungannya," katanya ketika dihubungi, Sabtu (12/9/2015), seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan, hanya dengan mengupah orang antara Rp 500.000- Rp 1 juta untuk membakar lahan, maka ratusan hingga ribuan hektar lahan baru dapat segera ditanami. Pilihan ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan perusahaan harus mengeluarkan dana sekitar Rp 5 juta - Rp 7 juta per hektare untuk membersihkan lahan menggunakan alat berat.

"Kami juga memahami sepenuhnya bahwa rakyat bukan pelaku utama pembakar lahan hingga dapat menyebabkan kabut asap. Sebab, tradisi yang berlaku di masyarakat adat/lokal sangat menjunjung tinggi kelestarian dan keseimbangan lingkungan," tegasnya. (baca: Turis dan Warga Singapura Kesal karena Kabut Asap)

Menurut Abetnego, jika banyak ditemukan warga yang membakar lahan tanpa mempertimbangkan hal tersebut, maka bisa dipastikan mereka merupakan suruhan para pemodal besar, seperti pengakuan banyak pelaku di beberapa tempat yang ditangkap pihak kepolisian.

Dalam perjalanannya selama ini, kata dia, Walhi belum menemukan satu pun perusahaan yang mendapat tindakan tegas berupa penutupan/pencabutan izin, memberikan ganti rugi, atau menjebloskannya ke penjara akibat tindakannya membakar lahan dan hutan. (baca: Sulit Bernapas akibat Kabut Asap, Bocah SD di Riau Meninggal Dunia)

Hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla jika pasangan ini benar-benar memperhatikan nasib mayoritas rakyat Indonesia.

"Asap tebal yang terjadi setiap setiap tahun di Sumatra dan Kalimantan dalam perjalanannya tidak sanggup dikendalikan dan diselesaikan dengan baik oleh para pemangku kebijakan di negeri ini," ujarnya.

Polri sebelumnya merilis telah menetapkan 73 orang sebagai tersangka kasus pembakaran hutan di beberapa daerah di Indonesia sejak Januari 2015. Jumlah tersebut masih mungkin bertambah karena kebakaran hutan masih saja terjadi. (baca: Sejak Januari 2015, Polisi Tetapkan 72 Tersangka Kasus Kebakaran Hutan)

Catatan Divisi Humas Polri, Kamis (10/9/2015), total ada 59 kejadian kebakaran hutan. Perkara itu, satu perkara ditangani Bareskrim Polri, satu perkara ditangani Polda Sumatera Selatan, 27 perkara ditangani Polda Riau, 8 perkara ditangani Polda Jambi, 11 perkara ditangani Polda Kalimantan Tengah dan 11 perkara ditangani Polda Kalimantan Barat.

“Dari 59 kejadian itu, menghanguskan lahan hutan seluas 32.060 hektare,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/9/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com