TANJUNGPINANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) berpendapat, berbagai upaya penanggulangan kebakaran lahan yang sejauh ini dilakukan pemerintah hanya bersifat taktis jangka pendek tanpa bisa menyentuh akar permasalahan.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional Abetnego Tarigan mengatakan, akar persoalan dari bencana kabut asap tersebut bersumber dari monopoli penguasaan tanah pada segelintir orang.
"Pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran lahan adalah cara paling terbelakang yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan demi menambah keuntungannya," katanya ketika dihubungi, Sabtu (12/9/2015), seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan, hanya dengan mengupah orang antara Rp 500.000- Rp 1 juta untuk membakar lahan, maka ratusan hingga ribuan hektar lahan baru dapat segera ditanami. Pilihan ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan perusahaan harus mengeluarkan dana sekitar Rp 5 juta - Rp 7 juta per hektare untuk membersihkan lahan menggunakan alat berat.
"Kami juga memahami sepenuhnya bahwa rakyat bukan pelaku utama pembakar lahan hingga dapat menyebabkan kabut asap. Sebab, tradisi yang berlaku di masyarakat adat/lokal sangat menjunjung tinggi kelestarian dan keseimbangan lingkungan," tegasnya. (baca: Turis dan Warga Singapura Kesal karena Kabut Asap)
Menurut Abetnego, jika banyak ditemukan warga yang membakar lahan tanpa mempertimbangkan hal tersebut, maka bisa dipastikan mereka merupakan suruhan para pemodal besar, seperti pengakuan banyak pelaku di beberapa tempat yang ditangkap pihak kepolisian.
Dalam perjalanannya selama ini, kata dia, Walhi belum menemukan satu pun perusahaan yang mendapat tindakan tegas berupa penutupan/pencabutan izin, memberikan ganti rugi, atau menjebloskannya ke penjara akibat tindakannya membakar lahan dan hutan. (baca: Sulit Bernapas akibat Kabut Asap, Bocah SD di Riau Meninggal Dunia)
Hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla jika pasangan ini benar-benar memperhatikan nasib mayoritas rakyat Indonesia.
"Asap tebal yang terjadi setiap setiap tahun di Sumatra dan Kalimantan dalam perjalanannya tidak sanggup dikendalikan dan diselesaikan dengan baik oleh para pemangku kebijakan di negeri ini," ujarnya.
Polri sebelumnya merilis telah menetapkan 73 orang sebagai tersangka kasus pembakaran hutan di beberapa daerah di Indonesia sejak Januari 2015. Jumlah tersebut masih mungkin bertambah karena kebakaran hutan masih saja terjadi. (baca: Sejak Januari 2015, Polisi Tetapkan 72 Tersangka Kasus Kebakaran Hutan)
Catatan Divisi Humas Polri, Kamis (10/9/2015), total ada 59 kejadian kebakaran hutan. Perkara itu, satu perkara ditangani Bareskrim Polri, satu perkara ditangani Polda Sumatera Selatan, 27 perkara ditangani Polda Riau, 8 perkara ditangani Polda Jambi, 11 perkara ditangani Polda Kalimantan Tengah dan 11 perkara ditangani Polda Kalimantan Barat.
“Dari 59 kejadian itu, menghanguskan lahan hutan seluas 32.060 hektare,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.