Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/09/2015, 15:11 WIB

Oleh: Farouk Muhammad

JAKARTA, KOMPAS - Polemik calon tunggal pilkada 2015 di tujuh daerah memasuki babak baru. Bawaslu melalui Surat Nomor 0213/Bawaslu/VIII/2015 tertanggal 5 Agustus merekomendasikan KPU memperpanjang (kembali) masa pendaftaran pilkada di tujuh daerah dimaksud.

Meski rekomendasi Bawaslu ini dipertanyakan legitimasinya menyangkut dasar hukum yang dijadikan pijakan-karena sejatinya UU hanya memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk merekomendasikan hal-hal terkait dugaan pelanggaran dan sengketa pilkada, bukan yang lain-KPU memutuskan mengikuti rekomendasi Bawaslu dengan memperpanjang masa pendaftaran selama tiga hari terhitung mulai tanggal 9 hingga 11 Agustus.

Tentu perpanjangan pendaftaran itu bisa dilihat lebih pada niat baik untuk menyelesaikan masalah. Jika kebijakan KPU itu berhasil, berarti masalah selesai. Namun, perpanjangan pendaftaran itu bisa jadi tidak menjadi solusi jitu jika akhirnya tidak ada calon atau hanya di sebagian daerah yang mendaftarkan diri. Jika itu yang terjadi, lalu apa yang akan dilakukan, apakah kembali pada aturan PKPU No 12/2015 menunda pilkada hingga 2017 atau justru hal itu dijadikan dasar untuk menerbitkan perppu?

Problem legalitas

Jika perppu menjadi pilihan kebijakan presiden/pemerintah untuk mengatasi calon tunggal, setidaknya terdapat dua alternatif yang diwacanakan sebagai penyelesaian calon tunggal. Dalam hemat penulis, keduanya problematik dengan catatan kritis sebagai berikut.

Pertama, calon tunggal langsung ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Usul ini bertentangan dengan konstitusi Pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. Tentu hal itu tidak mungkin menjadi opsi materi perppu.

Kedua, calon tunggal tetap dipilih rakyat dengan suara mayoritas (semacam referendum) sehingga yang bersangkutan hanya dapat ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih jika mendapatkan suara mayoritas pemilih. Alternatif lain adalah pemilihan dilakukan antara calon tunggal dan kolom atau bumbung/kotak kosong. Hal ini jelas bertentangan dengan UU Pilkada yang mengatur bahwa pilkada diikuti minimal oleh dua pasang calon. Hal ini juga tentu tidak mungkin menjadi opsi materi perppu.

Di luar persoalan substansi, penerbitan perppu juga akan dipertanyakan dan diperdebatkan hal ihwal legalitas dan legitimasinya. Hal ini karena sebagian kalangan menganggap perppu menyelamatkan hak memilih dan dipilih rakyat dalam pilkada sebagaimana dijamin UUD. Akan tetapi, di sisi lain, UUD juga mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut ada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang [vide: Pasal 28J Ayat (2)].

UU Pilkada jelas menegaskan bahwa pilkada diikuti minimal oleh dua pasang calon. Hal ini harus dibaca sebagai pembatasan yang dilakukan UU untuk menjamin pilkada memenuhi prinsip-prinsip demokrasi. Pertanyaannya, apakah mungkin perppu membela hak di satu sisi, tetapi bertentangan dengan UU di sisi yang lain?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Nasional
PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Nasional
Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Nasional
Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com