JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, kepentingan politik kepala daerah merupakan salah satu penyebab lemahnya penyerapan anggaran. Bahkan, program-program yang menggunakan anggaran APBD dilakukan atas kepentingan politik.
Menurut Robert, hasil temuan KPPOD, sebelum pemilihan kepala daerah, ada kontrak kesepakatan soal anggaran yang dilakukan calon kepala daerah dengan wakilnya. Misalnya, anggaran Rp 500 juta ke atas digunakan untuk kepentingan wali kota, sementara di bawah Rp 500 juta untuk wakil, dan selebihnya untuk pendukung.
Menurut Robert, kesepakatan seperti itu mengakibatkan pembelanjaan anggaran tidak dilakukan secara teratur sesuai program pembangunan. Pencairan anggaran selalu disesuaikan dengan keinginan kepala daerah.
"Jadi, kalaupun anggaran itu dibelanjakan, itu untuk kepentingan politik," ujar Robert dalam diskusi publik Smart FM dan Populi Center di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/8/2015).
Sementara itu, anggaran belum terpakai yang jumlahnya mencapai Rp 273 triliun itu, menurut Robert, malah digunakan untuk mencari keuntungan yang tidak jelas peruntukannya. Misalnya, uang daerah yang disimpan di bank digunakan dengan membeli surat utang negara dan memeroleh keuntungan dari bunga bank.
"Ada masalah di pemda dan ada masalah di perbankan. Bank berpikir komersial, anggaran yang seharusnya diberikan kredit produktif, malah dikonversi melalui BI, menjadi bunga, tapi tidak tahu bunganya itu ke mana," kata Robert.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.