Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Makanya, Penyidik Jangan Sembrono Tetapkan Orang Jadi Tersangka

Kompas.com - 04/08/2015, 14:06 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, merasa puas dengan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang membatalkan penetapan Dahlan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI. Yusril berharap putusan ini menjadi pembelajaran bagi penyidik di semua instansi penegak hukum untuk tidak sembarangan menetapkan orang sebagai tersangka.

"Makanya, penyidik jangan lagi sembrono menetapkan orang (menjadi) tersangka. Seseorang tak bisa ditetapkan sebagai tersangka sebelum penyidik punya dua alat bukti," kata Yusril seusai sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (4/8/2015).

Yusril mengatakan, penyidik di kepolisian, kejaksaan, ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan besar untuk melakukan penyidikan, menetapkan orang sebagai tersangka, hingga melakukan penangkapan. Jika wewenang itu tidak dibatasi, Yusril khawatir akan ada banyak penyalahgunaan wewenang oleh penyidik.

"(Praperadilan) ini betul-betul merupakan kontrol yang tepat," ucap Yusril.

Ia mengatakan, setelah putusan ini, Kejaksaan Tinggi DKI (Kejati DKI) harus taat dan segera membatalkan status Dahlan sebagai tersangka. Kejati DKI bisa saja membuka lagi penyelidikan terkait dugaan kasus korupsi yang menjerat Dahlan. Namun, Yusril menganggap Kejati DKI tidak bekerja secara profesional jika melakukan hal itu.

"Harusnya kalau sudah dibatalkan, ya sudah," ucap Yusril.

Dalam pertimbangannya, hakim menganggap Kejati DKI tak mempunyai cukup bukti untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka. Hakim menganggap Kejati DKI menetapkan Dahlan sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan 15 tersangka lainnya.

"Penetapan tersangka cenderung bersikap subyektif karena tidak didahului dengan pengumpulan barang bukti dan saksi yang cukup," kata Hakim Lendriaty Janis dalam sidang putusan praperadilan di PN Jaksel, Selasa.

Selain menerima gugatan Dahlan, hakim juga menolak seluruh eksepsi (pembelaan) yang telah disampaikan Kejati DKI Jakarta sejak sidang gugatan praperadilan Dahlan berjalan dalam satu minggu terakhir. Hakim menganggap Kejati DKI tak bisa memberikan pembelaan berupa bukti dan saksi yang dapat menguatkan.

Dahlan mendaftarkan gugatannya ke PN Jaksel pada Jumat (3/7/2015). Gugatan itu dilayangkan setelah ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun. Penganggaran proyek itu diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com