JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyayangkan putusan MK terhadap uji materi Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal yang diuji tersebut mengatur pelarangan mantan narapidana mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah.
Mahfud sangat menyayangkan amar putusan MK itu. Sebab, narapidana berbagai kasus, termasuk kasus korupsi bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah tanpa ada batasan waktu. Karena ketika dirinya masih bertugas di MK, narapidana baru boleh mendaftarkan diri, setelah 5 tahun bebas.
"Terus terang agak kaget dan sedih juga, napi boleh calon tanpa dibatasi waktu dan jenis perkara tertentu. Dulu napi sama sekali tidak boleh, tapi pas saya boleh lima tahun setelah bebas," kata Mahfud saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Menurut Mahfud, dulu keputusan MK dibuat dengan pertimbangan, asal dipilih rakyat. Tapi sekarang dibolehkan mencalonkan diri tanpa ada syarat.
Tentu yang dikhawatirkan Mahfud adalah para koruptor yang ingin menjadi pemimpin di daerah. Mahfud lantas mengingatkan, karena bagaiamana pun koruptor memiliki uang yang banyak. Jika koruptor mendaftarkan diri, maka partai dan rakyat bisa dibelinya.
"Koruptor uangnya banyak sekali. Partai dan rakyat dibeli semua," ujarnya.
Meski begitu, Mahfud meminta semua pihak menghormati putusan MK. Sebab, putusan MK senafas dengan undang-undang yang wajib hukumnya dilaksanakan.
"Tapi intinya itu putusan MK harus dianggap benar meskipun salah secara moral. Tinggal bagaimana kita awasi. Tapi sungguh berat mengawasi rakyat dan politik uang," ujarnya. (Edwin Firdaus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.