Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Rampas Kemerdekaan, KPK Diadukan Tim OC Kaligis ke Komnas HAM

Kompas.com - 24/07/2015, 17:05 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Tim kuasa hukum OC Kaligis melaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jumat (24/7/2015). KPK dilaporkan ke Komnas HAM karena dinilai melanggar HAM dan diskriminasi terkait penangkapan Kaligis.

"Merampas kemerdekaan Pak Kaligis," kata anggota tim kuasa hukum Kaligis, Humprey Djemat di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) itu menjelaskan, penangkapan Kaligis oleh penyidik KPK dianggap dilakukan secara paksa. Sebelum penangkapan terjadi, tim kuasa hukum Kaligis mengaku telah meminta secara tertulis pada KPK agar waktu pemeriksaan Kaligis sebagai saksi kasus dugaan suap terhadap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Medan, Sumatera Utara, dijadwal ulang.

Namun, kata Humprey, Kaligis langsung ditangkap pada Selasa (14/7/2015), di salah satu hotel di Jakarta Pusat. Setelah ditangkap, Kaligis ditempatkan di ruang isolasi selama 7 x 24 jam. (baca: Pengacara Sebut KPK Tak Tunjukkan Surat Tugas Saat Tangkap OC Kaligis)

"Di ruang isolasi itu Pak Kaligis tidak bisa ditemui tim penasihat hukum dan keluarga," ujarnya.

Menurut Humprey, perlakuan KPK pada Kaligis sangat diskriminatif. Ia merujuk perlakuan KPK pada tersangka Suryadharma Ali dalam kasus haji yang bisa ditemui setelah dua hari berada di ruang isolasi. (baca: KPK Bantah Tak Tunjukkan Surat Tugas Saat Menjemput OC Kaligis)

"Ini bisa dikatakan diskriminasi karena standar KPK dalam kasus pak SDA berbeda dengan perlakuan yang diterima Pak Kaligis," ujarnya.

Pertemuan tim kuasa hukum Kaligis dengan Komnas HAM dilakukan terbuka dan berlangsung sekitar dua jam. (baca: OC Kaligis Menolak Diperiksa karena Sakit)

Ketua Komnas HAM Nur Kholis berjanji akan mempelajari laporan tersebut dan akan menemui pimpinan KPK untuk berkoordinasi.

"Saat ini kami belum beri kesimpulan apapun. Kami akan koordinasi dengan pimpinan KPK," ucap Nur Kholis.

Kasus ini bermula dari perkara korupsi dana bantuan sosial yang mengaitkan sejumlah pejabat di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (baca: Ruki: Kami Siap Hadapi OC Kaligis di Praperadilan)

Kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung itu digugat oleh Pemprov Sumatera Utara. Pemprov Sumut kemudian menyewa jasa OC Kaligis and Associates untuk menggugat surat perintah penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ke PTUN Medan.

Sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, kasus ini mengendap di Kejaksaan Tinggi. Dalam proses gugatan ke PTUN Medan itulah, KPK kemudian membongkar dugaan praktik penyuapan yang dilakukan oleh M Yagari Bhastara alias Gerry, pengacara di firma hukum milik OC Kaligis, terhadap tiga orang hakim dan satu orang panitera.

Gerry diduga menyuap tiga hakim PTUN Medan, yaitu Tripeni Irianto Putro, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting, serta seorang panitera, Syamsir Yusfan, agar gugatannya menang. KPK menduga Kaligis terlibat penyuapan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dede Yusuf Menolak Diusung di Pilkada DKI dan Jabar: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Dede Yusuf Menolak Diusung di Pilkada DKI dan Jabar: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket Sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket Sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com