Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dinasti, Sebab atau Akibat?

Kompas.com - 21/07/2015, 17:05 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Gema takbir di hari kemenangan Idul Fitri berkumandang di seluruh Nusantara, memberikan harapan untuk menata kehidupan bernegara mewujudkan kebahagiaan. Dari sekian banyak isu politik, keputusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 33/PUU-XIII/2015, yang menyatakan Pasal 7 Huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, mencemaskan banyak kalangan karena dianggap semakin menyuburkan politik dinasti.

Dalam perspektif universal, keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu fundamen mengukuhkan sendi-sendi demokrasi. Namun, sekaligus juga memberikan isyarat bahwa para pembuat peraturan perundangan harus mempunyai politik perundang-undangan yang jelas. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) harus mempunyai kebijakan hukum perundang-undangan untuk mewujudkan tujuan tertentu. Oleh karena itu, satu undang-undang dengan undang-undang yang lain harus terintegrasi dalam suatu sistem yang komprehensif.

Dari sudut pandang ini, politik dinasti adalah akibat dari proses politik perundang-undangan yang dangkal serta tidak mempunyai paradigma yang jelas. Tegasnya, absennya niat baik para penyusun undang-undang menjadi kausa suburnya politik dinasti dewasa ini. Keputusan Mahkamah Konstitusi menemukan validitasnya karena daya pukul Pasal 7 Huruf r ternyata sangat mudah dilumpuhkan oleh para petahana dengan mengundurkan diri agar sanak saudaranya atau kroninya dapat menjadi kandidat kepala/wakil kepala daerah.

Perspektif tersebut sejalan dengan berbagai kajian politik dinasti antara lain di negara yang dianggap kampiun demokrasi, Amerika Serikat. Politik dinasti bukan sebab, melainkan akibat melekat dari hakikat kekuasaan itu sendiri.

Studi politik dinasti yang dilakukan oleh Ernesto Dal Bo, Pedro Dal Bo, dan Jason Snyder (2007) mengenai dinasti politik di Kongres Amerika Serikat sejak berdirinya tahun 1789 memberikan beberapa catatan. Pertama, terjadi korelasi antara dinasti politik dan kompetisi politik. Merebaknya politik dinasti berbanding lurus dengan kompetisi politik yang tidak sehat. Semakin tidak adil aturan main dalam kontestasi politik, semakin menyuburkan politik dinasti. Kedua, semakin lama seseorang menjadi anggota kongres, semakin cenderung mendorong keluarganya menjadi anggota lembaga tersebut. Kekuasaan yang cenderung memproduksi kekuasaan dalam dirinya dalam ungkapan mereka disebut dengan power begets power.

Hal yang mirip juga pernah dikemukakan Robert Michel (1911), dengan teorinya yang disebut hukum besi oligarki (the iron law of oligarchy). Intinya, bahkan dalam kepemimpinan organisasi yang demokratis, pemimpin cenderung mencengkeram kekuasaannya dan menggerogoti prinsip-prinsip demokrasi. Putnam (1976) juga mengingatkan, elite politik pemegang kekuasaan cenderung melanggengkan kekuasaan (self-perpetuating) meskipun mengakibatkan pembusukan terhadap institusi itu sendiri.

Politik dinasti juga semakin meluas karena sistem kekerabatan, seperti favoritisme atau patronase, kroniisme, dan nepotisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Nasional
Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Nasional
KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com