JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Jimly Asshiddiqie meminta agar kesepakatan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum, DPR dan pemerintah guna mengakomodasi partai politik yang bersengketa, tidak menjadi masalah bagi penyelenggara pilkada di kemudian hari.
"Jangan sampai kesepakatan itu melanggar undang-undang dan jangan sampai menjadikan KPU dan Bawaslu menjadi bulan-bulanan kalau nantinya ada yang tidak puas," kata Jimly saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Menurut Jimly, kesepakatan islah terbatas hanya untuk pendaftaran calon kepala daerah adalah salah satu solusi untuk mengakomodasi PPP dan Partai Golkar agar dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015.
Pasalnya, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terkait sengketa kepengurusan tidak mungkin tercapai dalam waktu dekat.
Sebelumnya, kesepakatan dengan mekanisme yang sama juga telah disepakati oleh KPU, pimpinan DPR, fraksi, Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri. Disepakati Partai Golkar dan PPP yang memiliki kepengurusan ganda bisa mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015.
Syaratnya, calon peserta pilkada harus diusulkan bersama-sama oleh kedua kubu dalam dokumen terpisah, agar dapat diterima oleh KPU. (baca: KPU Izinkan Dua Kubu di Golkar dan PPP Usung Calon Bersama Saat Pilkada)
Untuk itu, menurut Jimly, saat ini KPU dan pihak-pihak terkait hanya tinggal mengatur proses administrasinya saja. Salah satunya, penentuan siapa yang akan menandatangani pendaftaran calon kepala daerah. (baca: Akbar Tandjung: Bagaimana Menyamakan Calon Kepala Daerah Aburizal dan Agung?)
Rencananya, KPU dan pimpinan partai politik akan mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan itu akan membahas kesepakatan yang telah dicapai, termasuk prosedur dan mekanismenya. (baca: Yakin Konflik Golkar Tak Selesai Sebelum Pilkada, Akbar Tandjung Sedih)
Menurut Jimly, pada prinsipnya peraturan KPU refrensinya tetap pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Sebelum ada SK, kesepakatan islah terbatas bisa dilakukan dengan persetujuan Komisi II DPR dan perubahan peraturan KPU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.