Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Tak Ada yang Salah dengan Surat Edaran KPU soal Petahana

Kompas.com - 26/06/2015, 10:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai tak ada yang salah dari Surat Edaran KPU Nomor 302/VI/KPU, sebagaimana saat ini ramai dipertanyakan sejumlah pihak, terutama LSM. Mereka menuduh KPU melalui surat edaran tersebut telah membuka celah 'skandal' politik dinasti. Padahal mengenai syarat calon kepala daerah segera diputuskan Mahkamah Kontitusi.

"Saya kira enggak ada yang salah dengan SE KPU itu. Soal petahana kan saat ini juga sedang menunggu keputusan MK," kata Tjahjo, Jumat (26/6/2015).

Tjahjo menilai, seperti tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga negara memiliki hak memilih dan dipilih. Begitu juga hak itu dimiliki oleh keluarga atau kerabat pejabat. Namun, larangan politik dinasti dalam UU Pilkada bisa jadi dianggap lain oleh MK.

Untuk diketahui, salah satu pokok gugatan yang saat ini tengah diuji MK adalah Pasal 7 huruf R Undang-Undang Pilkada. Pasal itu menjelaskan bahwa seorang calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana, baik bagi gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Dalam pasal tersebut juga dijelaskan hubungan kekerabatan, yaitu yang memiliki ikatan perkawinan dan darah lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping. Adapun yang termasuk dalam persyaratan tersebut adalah suami/istri, orangtua, mertua, paman, bibi, anak, menantu, adik, kakak, dan ipar, kecuali terdapat jeda satu periode (lima tahun).

Surat Edaran KPU mengatakan sejumlah hal seorang Kepala daerah yang tidak masuk definisi petahana. Satu di antaranya kalau si kepala daerah mengundurkan diri. Itu artinya kerabat atau keluarga dari si mantan kepala daerah tadi bisa langsung mencalonkan diri dalam pilkada.

"Tapi semua masih menunggu keputusan MK," kata Tjahjo.

Di samping itu, Politikus PDIP tersebut mengatakan, kepala daerah seyogyanya memenuhi masa jabatan selama satu atau dua periode sesuai sumpah jabatannya. Sehingga apabila mengundurkan diri dalam masa jabatan tersisa, masih disebut petahana.

"Pada dasarnya masalah dinasti itu sangat relatif dilihat dari sisi mana. Kalau memang mau ya enggak ada masalah, jangan menutup kesempatan orang lain. Indikasi beberapa kepala daerah yang mengajukan mundur itu bervariasi," kata Tjahjo.

Sebelumnya, Koordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut Surat Edaran KPU tertanggal 12 Juni 2015, yang pada pokoknya menjelaskan mengenai definisi petahana bagi kepala daerah.

Donal mengatakan, KPU seharusnya menunggu putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. (Baca: KPU Diminta Cabut Surat Edaran soal Definisi Petahana)

(Edwin Firdaus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com