JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki menilai, DPR RI tidak dapat memaksakan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Pasalnya, Presiden Joko Widodo telah menolak rencana revisi UU tersebut.
"Kalau Presiden menolak kan DPR sebagai salah satu pembuat Undang-Undang tidak bisa memaksakan," kata Ruki di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Ruki mengaku sangat lega setelah mendengar sikap tegas Presiden Jokowi yang menolak revisi UU KPK. Ia menilai, penolakan itu sebagai bukti nyata adanya dukungan dari pemerintah pada pemberantasan korupsi. (baca: Jokowi Diminta Lebih Tegas Sikapi Revisi UU KPK)
Ruki melanjutkan, revisi UU KPK sebetulnya merupakan program legislasi nasional DPR untuk tahun 2016. Ia mengaku tak memahami jika kemudian rencana revisi UU tersebut dipercepat menjadi tahun ini.
"Kami akan tetap memberikan masukan kepada DPR, tetapi tentu sangat tidak mungkin kami mengusulkan pasal-pasal yang bisa melemahkan kami sendiri," ujarnya.
Ruki sebelumnya berpendapat, lebih baik revisi UU KPK menunggu sinkronisasi dan harmonisasi dari semua undang-undang terkait penegakan hukum. (baca: Mantan Penasihat: UU KPK Direvisi, Jokowi Terancam Tak Dipilih Lagi)
"Lebih baik tuntaskan dulu revisi UU KUHP, KUHAP, penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, juga Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," kata Ruki saat rapat dengan Komisi III DPR di Jakarta.
Menurut Ruki, KPK belum pernah diajak bicara oleh Kementerian Hukum dan HAM ataupun Komisi III DPR terkait rencana revisi UU KPK.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebelumnya mengatakan bahwa Presiden sudah menyatakan pemerintah tidak ingin merevisi UU KPK. Usulan revisi akhirnya datang dari DPR. (baca: Mensesneg: Revisi UU KPK Usulan DPR, Pemerintah Enggak Bisa "Ngapa-ngapain")
"Jadi Presiden sudah sampaikan, Presiden tegaskan tidak ada niatan untuk melakukan revisi tentang UU KPK. Itu masuk dalam insiaitif DPR, karena masuk inisiatif DPR maka pemerintah enggak bisa ngapa-ngapain," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Rabu (17/6/2015).
Ada lima peninjauan dalam rencana revisi UU KPK. Yang menjadi sorotan publik, yakni poin terkait pengetatan kewenangan penyadapan, dibentuknya dewan pengawas KPK dan diatur kembali mengenai pengambilan keputusan yang kolektif kolegial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.