Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Yakin Para Tersangka Lain Tak Ikuti Langkah Hadi Poernomo

Kompas.com - 27/05/2015, 11:47 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain mengatakan, para tersangka korupsi berpeluang menggugat KPK setelah munculnya putusan praperadilan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo. Meski demikian, ia yakin tidak semua tersangka akan memanfaatkan peluang tersebut dan ikut-ikutan mengajukan praperadilan.

"Kami yakin sebagian dari yang kami proses itu ada yang punya kesadaran tidak akan menambah masalah lagi. Tidak mau ikut-ikutan," ujar Zulkarnain melalui pesan singkat, Rabu (27/5/2015).

Zulkarnain mengatakan, putusan tersebut merupakan indikasi pelemahan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Hal tersebut, kata Zulkarnain, akan menjadi pembelajaran bagi KPK ke depan dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan.

"Ini ujian bagi insan KPK, yang tentunya tidak boleh menyerah, koreksi atau perbaikan adalah bagian dari integritas. Perjuangan masih panjang yang harus dijalankan dengan ikhlas dan sabar," kata Zulkarnain.

Sebelumnya, Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan, putusan hakim tunggal Haswandi dalam praperadilan Hadi Poernomo telah mematahkan penanganan ratusan perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap.

Padahal, kata Ruki, ratusan kasus tersebut telah melalui berbagai upaya hukum mulai dari banding, kasasi, hingga diputuskan berkekuatan hukum tetap oleh MK.

"Putusan praperadilan yang tidak sah mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 jadi tidak sah," ujar Ruki.

Ruki mengatakan, putusan tersebut membuka peluang bagi terpidana untuk mengajukan peninjauan kembali.

"Padahal tidak ada yang menyatakan salah dalam penanganan kasus ini. Tidak ada yang salah dalam proses," kata Ruki.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo terhadap KPK.

Seperti dikutip Kompas, dalam putusannya, Haswandi menyatakan, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo batal demi hukum dan harus dihentikan. Ini karena penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan.

Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK.

Hadi Poernomo merupakan orang ketiga yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, yang kemudian penetapan itu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua orang lainnya adalah Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Penetapan tersangka Budi Gunawan dinyatakan tidak sah oleh hakim PN Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, pada 16 Februari 2015.

Putusan itu memunculkan polemik karena Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa obyek praperadilan terbatas pada penangkapan, penahanan, dan penghentian penuntutan. Namun, menurut Sarpin, dengan tidak disebutkan, bukan berarti penetapan tersangka bukan obyek praperadilan.

Pada 28 April 2015, Mahkamah Konstitusi menyatakan, penetapan tersangka, bersama dengan penggeledahan dan penyitaan, adalah obyek praperadilan.

Putusan MK tersebut menjadi dasar hakim PN Jakarta Selatan, Yuningtyas Upiek K, ketika pada 13 Mei 2015 mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com