JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mengakui adanya laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang dilakukan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Teguh Satya Bakti, terkait keputusannya dalam konflik Partai Golkar.
"Sudah ada laporan, tetapi secara lisan. Oleh salah satu pihak," ujar Imam, saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Imam mengatakan, KY masih akan melakukan tindak lanjut apabila telah disampaikan laporan resmi secara tertulis. Setelah laporan diterima, Komisioner KY akan mengadakan rapat untuk menentukan langkah tindak lanjut.
Menurut Imam, KY sendiri telah melakukan pemantauan jalannya persidangan mengenai konflik Golkar di PTUN. Namun, pemantauan tersebut belum menghasilkan rekomendasi apa pun.
Sementara itu, mengenai latar belakang hakim, Imam mengatakan bahwa hingga saat ini rekam jejak hakim Teguh cukup baik. Belum ada indikasi apa pun yang mengaitkan pada pelanggaran kode etik.
"Sudah kita cek file-nya (rekam jejak), semua baik-baik saja," kata Imam.
Dalam putusannya, majelis hakim PTUN yang diketuai Teguh Satya Bakti menyatakan bahwa Surat Keputusan Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono tidak sah. Selain itu, guna mengantisipasi terjadinya kekosongan kepengurusan jelang pelaksanaan pilkada serentak, hakim menyatakan, kepengurusan yang berlaku yakni berdasarkan hasil Munas Riau 2009.
Saat dihubungi, Senin (18/5/2015), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai, PTUN terlalu cepat memutuskan. Menurut dia, hakim mengabaikan hasil Mahkamah Partai Golkar yang menjadi landasan dibuatnya SK tersebut dan keterangan sejumlah saksi. (Baca: Sengketa Golkar, Yasonna Anggap Hakim Putuskan Hal di Luar Kewenangan PTUN)
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Lawrence Siburian menyatakan, pihaknya akan mengajukan banding. Menurut dia, hakim telah melampaui wewenangnya dalam pengambilan keputusan.
"Seperti soal pilkada. Tidak ada yang minta soal pilkada. Tapi hakim memuat itu, dan itu melampaui," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.