JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah, Gede Pasek Suardika, mengatakan, wacana revisi Undang-Undang Pilkada untuk mengakomodasi kepentingan partai politik yang sedang kisruh dianggap tidak baik. Revisi seharusnya digunakan untuk memperbaiki aturan yang dianggap kurang tepat.
"Itu tidak baik. UU diubah karena ada alasan pesertanya bertengkar. Justru yang bertengkar itu harus bersatu untuk memperbaiki UU," kata anggota Komite I DPD, Gede Pasek Suardika, di Kompleks Parlemen, Kamis (7/5/2015).
Menurut dia, apabila terjadi kisruh di internal partai, sebaiknya hal itu diselesaikan dulu melalui mekanisme internal. Ia menekankan, revisi UU yang bertujuan untuk dapat memenuhi keinginan pihak-pihak yang berkonflik sama halnya dengan memfasilitasi terjadinya konflik itu sendiri.
"Kalau (revisi) UU untuk memfasilitasi konflik, UU itu tidak memenuhi kaidah seperti yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.
KPU sebelumnya telah menyetujui draf Peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU mensyaratkan parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.
Dalam rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin kemarin, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada.
Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Pada akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.