JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuziy keberatan dengan usulan revisi Undang-undang nomor 22 tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU No 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Pertama kalau dari kontennya tentu kita tunggu dulu apa yang mau menjadi RUU. Tapi kalau secara umum, ini akan jadi bahan tertawaan rakyat," kata Wakil Sekjen PPP kubu Romy, Arsul Sani, saat dihubungi, Kamis (7/5/2015).
Arsul mengatakan, saat ini masih banyak pekerjaan legislasi yang menumpuk. Menurut dia, menyelesaikan RUU yang masuk program legislasi nasional lebih utama daripada merevisi UU Parpol dan Pilkada yang terkesan politis.
Terlebih lagi, 37 RUU yang belum dibahas di prolegnas itu merupakan RUU yang berkaitan langsung kepada kepentingan masyarakat. (baca: Fadli Zon Klaim Semua Fraksi Setuju DPR Revisi UU Pilkada-UU Parpol)
"Kerja legislasi lain yang sudah ditetapkan dalam RUU prolegnas saja belum ada dimulai. Kok tiba-tiba ada RUU yang hanya menyangkut dua partai mau diprioritaskan," ucapnya.
Arsul menjelaskan, pengajuan revisi UU diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam UU itu diatur, pengajuan RUU di luar prolegnas hanya dimungkinkan kalau ada kepentingan nasional yang mendesak. (Baca: Politisi F-Nasdem Tolak Revisi UU Pilkada dan UU Parpol)
"Nah, kalau UU pilkada mau diubah gara-gara Golkar dan PPP, itu bukan kepentingan nasional. Hanya kepentingan Golkar dan kepentingan PPP," kata Anggota Komisi III DPR ini.
KPU sebelumnya telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada. (Baca: Golkar Seharusnya Sadar Penyelesaian Konflik secara Internal)
Dalam rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin (4/5/2015) kemarin, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. (Baca: PDI-P Tolak Revisi UU Jika untuk Layani Golkar-PPP yang Berkelahi)
Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Pada akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.