JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di MPR, Ahmad Basarah mengkritik rencana DPR yang akan merevisi Undang-undang Partai Politik dan Undang-undang Pilkada. Menurut Basarah, revisi ini kental dengan unsur politis dan hanya bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok.
"Alasan filosofis dibentuk atau direvisinya sebuah peraturan perundang-undangan haruslah didasarkan atas kepentingan dan kebutuhan bangsa atau masyarakat yang bersifat umum dan bukan untuk melayani kepentingan kelompok tertentu saja," kata Basarah saat dihubungi, Rabu (6/5/2014).
Basarah melihat, revisi ini hanya untuk kepentingan dua partai politik yang sedang mengalami dualisme, yakni Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan, agar bisa mengikuti pemilihan kepala daerah.
Namun, dia enggan menduga-duga kubu mana yang akan diuntungkan dari revisi kedua UU ini. (baca: Pengamat Nilai Revisi UU Pilkada dan UU Parpol Penuh Nuansa Politik)
"Jika alasan akan dilakukannya revisi UU Pilkada dan UU Parpol hanya untuk melayani kepentingan elite parpol yang sedang berkelahi, maka unsur alasan filosofis dibentuknya sebuah peraturan perundang-undangan tidak terpenuhi," ucap Wakil Sekjen PDI-P ini.
Apabila revisi kedua UU ini tetap dipaksakan, Basarah khawatir akan berdampak pada kekacauan hukum dalam sistem ketatanegaraan. Dia menegaskan, PDI-P tak akan mendukung revisi kedua UU tersebut hingga melihat adanya kepentingan masyarakat luas di dalamnya. (baca: Menurut Wapres, DPR Tak Perlu Merevisi UU Parpol dan UU Pilkada)
"Posisi politik PDI-P akan mendukung jika kami temukan adanya alasan kepentingan masyarakat umum dalam revisi UU tersebut," ucapnya.
KPU sebelumnya telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU mensyaratkan parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah Islah sebelum pendaftaran pilkada.
Namun, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. (baca: Golkar Seharusnya Sadar Penyelesaian Konflik secara Internal)
KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Pada akhirnya, DPR akan merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.