"Final dan mengikat itu bukan asal ada putusan, melainkan keputusan yang memutus sengketa yang bermasalah itu. Jika pihak yang bersengketa diputus, baru mengikat pada pihak yang bersengketa," ujar Margarito saat dihadirkan sebagai saksi ahli pada sidang sengketa Partai Golkar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (20/4/2015).
Menurut Margarito, putusan final dan mengikat dapat terjadi apabila putusan Mahkamah Partai Golkar menentukan salah satu pihak yang bersengketa sebagai pemenang serta diambil secara mufakat. Dari empat orang Majelis Mahkamah Partai, keputusan harus disetujui oleh tiga orang majelis.
Margarito mengatakan, pernyataan Mahkamah Partai Golkar mengenai mengabulkan sebagian permohonan pemohon (kubu Agung Laksono) adalah pertimbangan, sementara amar putusan tidak menyebutkan mengenai pengesahan salah satu kubu.
Selanjutnya, menurut dia, merujuk Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, apabila perselisihan internal partai politik tidak dapat diselesaikan secara internal, upaya penyelesaian bisa ditempuh lewat jalur pengadilan negeri.
Dalam sidang Mahkamah Partai Golkar beberapa waktu lalu, dua anggota Mahkamah Partai, Muladi dan HAS Natabaya, menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali, atau kubu Aburizal, sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat. Hal tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Aburizal tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai Golkar.
Dengan sikap tersebut, Muladi dan Natabaya hanya memberikan rekomendasi agar kubu yang menang tidak mengambil semuanya (the winners takes all), merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, mengakomodasi kubu yang kalah dalam kepengurusan, dan kubu yang kalah diminta untuk tidak membentuk partai baru.
Sementara itu, anggota lain Majelis Mahkamah Partai Golkar, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai, Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Golkar secara aklamasi digelar tidak demokratis. Djasri dan Andi menilai pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih terbuka, transparan, dan demokratis meski di lain sisi, Andi dan Djasri menilai Munas IX Jakarta memiliki banyak kekurangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.