Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Budi Mulya Anggap Hakim Artidjo dkk Tak Baca Memori Kasasi

Kompas.com - 13/04/2015, 12:21 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Artis Nadya Mulya, anak kandung mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya menyesalkan putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menerima kasasi Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Nadya yakin Majelis Hakim MA yang diketuai Artidjo Alkostar membuat putusan tanpa membaca terlebih dahulu memori kasasi.

"Yang membuat saya yakin dia tidak baca memori kasasinya adalah ketika mengajukan tambahan informasi pada 25 Mei. Itu kan baru dua minggu lalu," ujar Nadya di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/4/2015).

Saat itu, kata Nadya, majelis hakim untuk sidang putusan kasasi belum terbentuk. Ia pun menyangsikan bahwa dalam waktu singkat, majelis hakim telah membaca keseluruhan berkas dan mengeluarkan putusan menerima kasasi Jaksa KPK. (baca: Hukuman Diperberat Jadi 15 Tahun, Kuasa Hukum Budi Mulya Pertimbangkan PK)

"Masa iya dalam waktu semingguan lebih bisa baca berkasnya yang tebalnya satu meteran lebih," kata Nadya.

Hukuman Budi Mulya diperberat menjadi 15 tahun penjara setelah permohonan kasasi KPK diterima Majelis Hakim MA. Sidang putusan tersebut dilakukan pada Rabu (8/4/2015), dengan Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar serta anggota Muhammad Askin dan MS. Lumme.

Berdasarkan kasasi yang diajukan JPU, pemberian persetujuan penetapan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada PT Bank Century Tbk oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik. (baca: Koruptor dengan Vonis Tertinggi Tahun 2014, dari Akil hingga Budi Mulya)

"Melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004," demikian kutipan kasasi tersebut.

Budi dianggap melawan hukum karena menyebabkan kerugian keuangan negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) sejak 24 November 2008 hingga Desember 2013 sebesar jumlahnya Rp 8,012 triliun.

"Jumlah kerugian keuangan negara yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Konsekuensi etis dan yuridisnya, perbutan terdakwa pantas untuk dijatuhi pidana yang setimpal," demikian bunyi petikan kasasi.

Selain itu, PT Bank Century Tbk yang ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 21 November 2008. Saat itu, Budi Mulya selaku Deputi Gubernur BI menyetujuinya dalam Rapat Dewan Gubernur BI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com