Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Akhir Perjalanan Kasus Budi Gunawan...

Kompas.com - 09/04/2015, 09:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Kejaksaan Agung yang melimpahkan penanganan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Komjen Budi Gunawan ke Bareskrim Polri menuai kontroversi. Polri dinilai tak akan objektif mengusut kasus yang melibatkan perwira tingginya. Keputusan kejaksaan melimpahkan kasus ini pun dituding sebagai bagian dari skenario menyiapkan "jalan aman" bagi Budi Gunawan.

Ketua Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, jika merunut ke belakang, perjalanan kasus ini bagian dari kesalahan pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki yang menyatakan kalah setelah keluarnya putusan praperadilan yang memenangkan Budi Gunawan. KPK kemudian melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan Agung.

"Penyerahan penanganan berkas Budi dari KPK ke Kejaksaan Agung bukan saja tidak tepat dan keliru. Penyerahan berkas itu tidak memiliki dasar hukum sehingga cacat yuridis," ujar Miko di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (8/4/2015).

Selanjutnya, pada 2 April 2015, Kejaksaan ternyata  telah melimpahkan kembali penanganan kasus Budi ke Polri. Keputusan Kejaksaan Agung ini baru terungkap 5 hari kemudian, Selasa (7/4/2015).

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, alasan penyerahan penanganan berkas Budi karena adanya nota kesepahaman di antara KPK-Kejaksaan Agung-Polri yang mengakomodir pengambilalihan perkara.

Janggal

Peneliti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain menilai, ada yang janggal dalam proses pelimpahan kasus Budi dari Kejaksaan Agung ke Polri. Menurut dia, kejaksaan seolah tidak serius dalam menangani kasus Budi. Nyaris tiga bulan, namun tak terdengar perkembangan penanganan oleh kejaksaan.

"Jaksa Agung tidak berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi. Kejaksaan belum kerja apa-apa, sudah diserahkan lagi berkas itu ke polisi. Ini wajar, dia kan orang Nasdem, partainya itu kan mendukung Budi Gunawan menjadi Kapolri atau Wakapolri, jadi skenario ini sudah terbaca jelas," ujar Bahrain.

Sementara, soal alasan penyerahan berkas karena ada kesepakatan antara tiga lembaga, Bahrain mengatakan, prinsip hukum yang seharusnya tidak dapat diganggu-gugat oleh peraturan di bawahnya. Apalagi hanya oleh penandatanganan nota kesepahaman.

Dalam KUHAP, kata doa, tidak mengenal penyerahan penanganan kasus dari pihak kejaksaan kepada polisi. Yang diatur adalah proses pelimpahan berkas perkara yang disebut P19 atau P21. Oleh karena itu, ia berpendapat, pelimpahan kasus Budi tersebut tidak memiliki dasar hukum.

"Kalau Jaksa Agung bilang penyerahan berkas berdasarkan MoU, nah MoU itu sendiri harus sesuai dengan KUHAP, tidak boleh ada yang bertentangan. Jika bertentangan, MoU itu pun ilegal namanya. Ini kan tipu daya saja kepada masyarakat seperti seolah-olah sesuai dengan prosedur," ujar Bahrain.

Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menambahkan, skenario tidak berhenti di Jaksa Agung. Penanganan kasus ini di kepolisian dinilainya tidak akan objektif. Di Polri, kasus ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus yang dipimpin oleh Kombes Victor Simanjuntak, mantan anak buah Budi di Lembaga Pendidikan Kepolisian. 

"Tidak mungkin anak buah menangkap atasan sendiri. Keberadaan Victor sebagai direktur di Tipideksus itu sudah bagian dari skenario besar mengamankan jalan Budi Gunawan," ujar Erasmus.

Perjalanan kasus ini, ia duga, untuk meyakinkan publik bahwa Budi Gunawan memang tak bersalah secara hukum sehingga tak ada hambatan untuk dipilih sebagai Wakil Kepala Polri mendampingi Komjen Badrodin Haiti. 

Kasus Budi akan dihentikan?

Sementara itu, dari pihak kepolisian, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan mengisyaratkan akan dihentikannya pengusutan kasus Budi. Anton mengatakan, berkas yang didapatkan dari kejaksaan tidak laik untuk ditindaklanjuti karena tidak ada dokumen penyelidikan dan penyidikannya.

"(Berkas) itu hanya LHA dan itu fotokopian. Bagaimana kita bisa tetapkan tersangka dengan berkas seperti itu? Ada surat pemeriksaan, tapi nama yang akan diperiksa enggak ada. Kami kesulitan dong," ujar Anton.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Kombes Victor Simanjuntak berjanji penyidik akan mengadakan gelar perkara kasus Budi secara transparan dengan melibatkan sejumlah institusi penegak hukum dan para ahli.

"Akan mengundang KPK, PPATK, Kejaksaan Agung dan ahli-ahli. Bahkan kalau wartawan mau, akan diikutkan," ujar Victor melalui sambungan telpon kepada Kompas.com pada Selasa (7/4/2015).

Victor belum dapat memastikan kapan gelar perkara tersebut akan dilakukan. Sejak berkas perkara Budi dilimpahkan pada Kamis (2/4/2015) pekan lalu, penyidik masih melakukan penelitian berkas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com