Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Perselisihan Golkar Tidak Bisa Diselesaikan lewat Jalur Hukum"

Kompas.com - 31/03/2015, 15:02 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat sosial Universitas Indonesia, Profesor Budi Santoso, menilai bahwa perselisihan kepengurusan Partai Golkar tidak bisa diselesaikan lewat jalur hukum.

Budi mengatakan, berkaca pada kronologi perselisihan, setiap ada putusan hukum yang menguntungkan salah satu pihak, pasti pihak lainnya melakukan manuver. Menurut dia, manuver itu bisa berupa manuver hukum atau politik.

"Apa yang terjadi di Golkar tersebut fenomena persaingan kekuasaan yang tidak lagi bisa diatur hukum. Semua aturan hukum ada, tapi ditabrak demi persaingan itu," ujar Budi saat menjadi narasumber di Kompleks Mabes Polri pada Selasa (31/3/2015).

"Makanya saya bilang, perselisihan di Golkar itu enggak bisa diselesaikan jalur hukum. Mau putusan hukum apa, enggak ada gunanya," kata dia.

Budi berpendapat, satu-satunya jalan menuju perdamaian kubu Aburizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono adalah rekonsiliasi keduanya. "Gunakan hati nurani, duduk bersama, dan lepaskan kepentingan sejenak," ujar Budi.

Di sisi lain, Budi tak menampik bahwa memang mesti ada kekuasaan politik yang dibagi-bagi antara kedua kubu sebagai konsekuensi dari pascarekonsiliasi itu. Sejauh hal itu membuat stabil kondisi politik nasional, hal itu mesti ditempuh.

"Kalau mau begitu terus, pilihannya ada dua, mau rujuk atau benar-benar pecah menjadi dua," kata Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com