Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsip Supersemar 1966

Kompas.com - 10/03/2015, 15:06 WIB

Oleh: Azmi

Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu.

Dalam konsep kearsipan, Supersemar merupakan salah satu jenis arsip kepresidenan berupa "Surat Perintah", yang benilai kesejarahan sangat tinggi, khususnya sejarah awal Orde Baru. Sebagai bagian dari catatan penting sejarah perjalanan bangsa Indonesia, meski sudah berusia hampir setengah abad, naskah asli Supersemar belum juga ditemukan. Publik pun bertanya-tanya: apakah Supersemar memang benar-benar ada?

Tiga versi

Hilangnya naskah asli Supersemar masih jadi misteri. Saat ini, Supersemar yang beredar di tengah masyarakat ada tiga versi. Mengapa harus ada tiga? Apakah ada bagian-bagian tertentu yang sengaja ditutup-tutupi?

Keraguan keaslian Supersemar yang dipublikasikan secara luas muncul setelah Orde Baru (Orba) tumbang pada 1998. Keraguan publik atas keaslian fisik dan ketepercayaan isi Supersemar semakin diperkuat oleh keterangan beberapa saksi sejarah bekas tahanan politik Orba yang akhirnya buka suara.

Sejumlah versi Supersemar pun beredar. Entah mana yang benar. Namun, yang tidak bisa dibantah adalah Supersemar yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat ini bukan naskah aslinya.

Saat ini ANRI menyimpan tiga Supersemar. Namun, ketiganya memiliki versi masing-masing. Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.

Kedua, Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu. Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama Sukarno, pada versi kedua tertulis nama Soekarno.

Ketiga, Supersemar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.

Dengan terdapatnya beberapa perbedaan, banyak pihak meragukan keaslian ketiga Supersemar tersebut. Untuk menjawab keraguan itu, ANRI bekerja sama dengan Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri telah melakukan pengujian terhadap material/bahan yang digunakan untuk membuat Supersemar (kertas, tinta, pita mesin ketik), ciri-ciri fisik dan intelektual yang terdapat dalam Supersemar (kop surat, lambang, stempel, huruf, format ketikan).

Hasilnya? Supersemar tersebut dinyatakan tidak asli (tidak otentik). Meski demikian, ANRI tidak dapat mengatakan Supersemar itu palsu sebelum naskah aslinya ditemukan untuk digunakan sebagai pembanding.

Naskah asli Supersemar seharusnya ada di tengah-tengah bangsa Indonesia yang merdeka sehingga ada kepastian terkait sejarah awal Orba. Dengan begitu, tidak ada lagi mitos terhadap Supersemar maupun tokoh-tokoh pelakunya.

Ketidaksediaan naskah asli Supersemar juga mengakibatkan muncul berbagai persepsi publik. Apakah Supersemar sebagai tujuan Soeharto untuk memperoleh kekuasaan presiden, alat untuk melakukan kudeta secara terselubung, pintu masuk Soeharto untuk merebut kekuasaan dari Soekarno, atau Supersemar sebagai dasar pijakan perjuangan Soeharto untuk membangun Orde Baru? Persepsi publik akan mendapatkan kualitas kebenaran jika publik melihat secara langsung isi informasi sebenarnya yang tertera dalam naskah asli Supersemar. Jika dilihat dari konteks peristiwanya, Supersemar tercipta dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kenegaraan dan pelakunya adalah penyelenggara negara.

Karena itu, Supersemar merupakan arsip negara, seperti disebutkan dalam Pasal 33 UU Nomor 43/2009 tentang Kearsipan. Sebagai arsip negara, pencarian naskah asli Supersemar merupakan tanggung jawab pemerintah (presiden). Konstitusi kita mengamanatkan bahwa presiden wajib menjamin pelayanan kepada warganya untuk memenuhi hak konstitusionalnya dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Salah satu hak konstitusional warga adalah hak memperoleh informasi yang terdapat dalam naskah asli Supersemar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com