Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marwah Politik Presiden

Kompas.com - 02/03/2015, 15:05 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- "Joko Widodo dipilih oleh rakyat sehingga harus mengutamakan rakyat, bukan partai," demikian Ahmad Syafii Maarif, Februari 2015.

Pernyataan Syafii Maarif, sebagai ketua Tim Sembilan yang dibentuk langsung oleh Presiden Jokowi, merupakan dalil yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun, termasuk para ketua parpol. Hal ini karena sekalipun Jokowi diusung oleh parpol, jika tak mendapat dukungan alias dipilih oleh rakyat Indonesia, tak akan pernah Jokowi menjadi Presiden RI pada Pemilu Presiden 2014.

Jokowi dipilih rakyat adalah kenyataan. Oleh karena itu, kekuatan legitimasi Jokowi adalah rakyat, bukan parpol karena terdapat beberapa calon yang diajukan parpol untuk menjadi kandidat presiden pada Pilpres 2014, ternyata rakyat tak mendukungnya sehingga partai pun gagal mengusungnya menjadi kandidat presiden. Telah banyak dana dikeluarkan untuk mobilisasi rakyat agar partai dapat mencalonkan, tetapi dana saja tak cukup menjadikan seseorang memiliki legitimasi kuat untuk mendapatkan dukungan rakyat.

Dari kenyataan di atas, sebenarnya pernyataan bahwa Jokowi adalah petugas partai dan tetap menjadi petugas partai merupakan pernyataan yang tidak layak keluar dari seorang pejabat (petinggi parpol) karena Jokowi adalah "milik rakyat Indonesia". Dalam bahasa masyarakat biasa, "Jokowi adalah kita", bukan lagi "Jokowi adalah partai".

Pernyataan Jokowi adalah petugas partai boleh dikatakan sebagai pernyataan kepanikan sebuah parpol yang tengah dilanda badai karena terjadi tarikan kepentingan politik dan ekonomi yang demikian hebat sehingga mengeluarkan pernyataan yang sifatnya hendak mendelegitimasi kepercayaan rakyat atas seseorang yang telah dipilihnya.

Namun, tanpa disadari dan disayangkan, pernyataan itu sebenarnya kian memperjelas wajah partai yang tak memiliki visi tentang masa depan Indonesia dan tidak memiliki wawasan politik jangka panjang para petingginya, kecuali hanya wawasan politisi "rabun ayam", yang tidak lebih dari wawasan politik lima tahunan, yakni sampai dengan pemilu berikutnya.

Tetap terjaga

Presiden Jokowi dihadapkan dengan kenyataan politik yang sangat getir, yakni munculnya konflik yang berlarut-larut tentang penetapan Kapolri dan kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung dilaporkannya semua pejabat KPK ke Bareskrim dengan pelbagai macam tuduhan yang sangat jelas memperlemah kinerja KPK dalam gerakan jihad memberantas korupsi di Indonesia.

Setelah ditetapkannya Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain menjadi tersangka, sekarang ini KPK menjadi sangat tak berdaya. Ketika semua pejabat KPK menjadi tersangka, di lapangan beberapa pihak ternyata mendukungBudi Gunawan (BG) menjadi Kapolri. Mereka sangat girang terlebih setelah gugatan praperadilan BG dikabulkan Hakim Sarpin Rizaldy. Sebagian anggota kepolisian melakukan ritual sujud dan berdoa.

Hal yang patut jadi kekhawatiran kita bersama adalah jika benar sebagian ahli hukum dan pengamat yang menyatakan bahwa hal itu merupakan "rekayasa politik" calon Kapolri yang gagal. Kemudian, calon Kapolri itu memanfaatkan institusi kepolisian untuk kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan lembaga demi menjaga wibawa institusi kepolisian.

Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat sebenarnya tetap akan memiliki marwah politik dengan tiga alasan utama, yakni (1) independensi sikap dan tindakan, (2) ketegasan dan kecepatan, serta (3) kesederhanaan dan kejujuran. Namun, jika tiga hal ini tidak dibuktikan dengan terang benderang oleh Presiden dalam kepemimpinannya setelah kasus berlarut antara Polri dan KPK, rakyat yang telah bersusah payah mendukung dan memilih Jokowi akan melempar handuk tanda menyerah bahwa presiden terpilih ternyata—sebagaimana lawan politik selama ini mengatakan dengan keras—adalah presiden boneka.

Bersyukur Jokowi pada akhirnya tidak menetapkan BG sebagai Kapolri setelah terjadi kisruh yang melelahkan dan ditonton oleh rakyat pemilih. Kisruh Polri vs KPK yang berujung tak dilantiknya BG diakui atau tidak oleh para politisi adalah salah satu bukti bahwa Jokowi masih memiliki marwah politik.

Marwah politik Jokowi tetap terjaga setelah membentuk Tim Sembilan dengan ketua Syafii Maarif dan tim ini ternyata lebih didengar ketimbang "bisikan-bisikan partai" yang lebih banyak memiliki agenda politik lima tahunan ketimbang agenda menyelamatkan martabat bangsa. Jokowi dengan memilih Badrodin Haiti sebagai Kapolri telah mengambil langkah politik berisiko. Namun, itulah sebenarnya sikap tegas yang harusnya diambil Presiden sejak awal ketika BG jadi tersangka kasus korupsi.

Risiko politik

Jika Jokowi tidak lambat dalam mengambil sikap tegas untuk tidak melantik BG, agaknya konflik yang berkepanjangan antara Polri dan KPK tidak akan terjadi. Semua pilihan politik tentu memiliki risiko politik sehingga apa pun pilihan politik yang dilakukan tidak bisa seorang presiden berharap semua parpol akan mendukungnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com