Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Semburat Amarah di Ekspresi Jokowi

Kompas.com - 14/02/2015, 18:54 WIB


KOMPAS.com — Empat minggu terakhir, suasana politik terus gaduh. Kisah berawal ketika Presiden Joko Widodo mencalonkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri, Jumat (9/1/2015). Namun, tanpa diduga, tiga hari pasca-pencalonan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan kasus gratifikasi.

Kegaduhan memuncak. Kompas mengajak pembaca melihat sisi lain dari kegaduhan tersebut lewat ekspresi wajah Presiden Jokowi terkait tokoh lainnya. Ekspresi dilihat lewat analisis micro expression (ekspresi detail) dan cepat pada wajah seseorang.

Peneliti Paul Ekman, profesor ilmu psikologi yang khusus melihat ekspresi manusia, menyebutkan, ada tujuh emosi universal. Tujuh tanda emosi universal itu adalah kaget atau terkejut, senang, sedih, takut, marah, jijik, dan sangat tidak suka. Emosi ini spontan muncul tanpa bisa dikontrol dan disadari.

Dalam rentang 23-29 Januari lalu, Handoko Gani, kandidat master science di bidang forensik emosi di Paul Ekman International Group dan University of Central Lancashire, Manchester, Inggris, coba meneliti ekspresi Jokowi lewat analisis ekspresi detail dan cepat.

Ekspresi marah

Jumat (16/1/2015), saat Presiden mengumumkan penundaan pelantikan Budi, yang ditetapkan DPR sebagai kepala Polri pada Kamis (15/1/2015), alis matanya turun, sorot mata tajam, mulut terbuka hampir bersegi empat, dan kadang mulut tertutup rapat dengan kerutan pada dagu.

Itulah untuk pertama kali Presiden merespons secara resmi penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK. Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, yang datang ke Istana dan ditanya wartawan mengatakan, ada pihak yang kehilangan muka karena keputusan KPK.

Menurut Handoko, pernyataan Adrianus mengonfirmasi ada pihak yang marah.

Menoleh ke Abraham

Jumat (23/1/2015), Presiden kembali menunjukkan ekspresi marah di Istana Bogor. Sepanjang jumpa pers, alis Jokowi dominan mendekati mata, sementara bibir kadang tertutup rapat dengan kulit bibir atas naik.

Ada yang menarik. Presiden sempat beberapa kali menoleh ke arah Ketua KPK Abraham Samad di sisi kanan belakangnya. Hal serupa justru tak dilakukan ke Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti.

”Presiden ingin menyampaikan pesan pertemuan itu membicarakan KPK,” kata sarjana ekonomi dan Master of Business Administration itu.

Abraham datang ke Istana Bogor setelah penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Kota Depok. Waktu itu, netizen ramai mengecam penangkapan BW sebagai upaya kriminalisasi KPK. Kecaman itu dibarengi dengan maraknya tanda pagar (tagar) #whereareyoujokowi di media sosial. Publik mempertanyakan sikap Jokowi.

Saat memberikan keterangan, Presiden berkata, ”Sebagai kepala negara, saya minta KPK dan Polri memastikan proses hukum obyektif dan sesuai peraturan undang-undang.” Presiden melanjutkan, ”Sebagai kepala negara, saya meminta agar institusi Polri dan KPK tak terjadi gesekan saat menjalankan tugasnya.”

Penggunaan kepala negara dua kali dalam kalimat itu menegaskan kepada publik bahwa Jokowi tak hanya presiden. ”Presiden ingin persuasif menyelesaikan persoalan,” tutur pemimpin perusahaan di bidang jasa konsultasi karakter dan emosi itu mengartikan kata-kata Jokowi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com