Pimpinan rombongan, Handoko Wibodo, mengatakan, aksi ini diikuti oleh 200 orang petani yang terdiri atas 180 wanita dan 20 orang pria. Mereka berangkat dari kampung halaman pada Sabtu (7/2/2015) pagi dan tiba di Jakarta pada sore hari.
Setiba di Gedung KPK, mereka langsung menggelar ritual ruwatan untuk mendoakan KPK agar dapat terbebas dari bala musibah yang kini sedang menimpanya. Dalam ruwatan itu, para petani juga mendendangkan Kidung Rahayu yang memiliki makna sebagai doa tolak bala.
"Kidung rahayu itu adalah nyanyian para Wali Songo untuk menolak gangguan. Jadi kalau ada gangguan dari barat akan dikembalikan ke barat, dari timur akan dikembalikan ke timur, dari utara akan dikembalikan ke utara dan dari selatan akan dikembalikan ke selatan," kata Handoko.
Pantauan di lokasi, dalam aksinya pagi ini, sekitar delapan orang dengan menggunakan pakaian tradisional terlihat membawakan tarian Topeng Ireng. Dengan diiringi alunan musik gamelan, mereka melenggak-lenggok di selasar lobi KPK.
Selain itu, sejumlah orang juga terlihat melukis di atas kain putih. Dalam lukisannya, mereka menggambarkan pertarungan antara cicak dan buaya.
Dalam lukisan tersebut, seekor tikus berdasi justru terlihat tertawa melihat pertarungan keduanya. Untuk diketahui, cicak dan buaya adalah istilah yang digunakan mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duaji untuk menggambarkan pertarunagan antara KPK dan Polri. Sementara tikus adalah penggambaran pelaku korupsi.
"Kalau mereka (KPK-Polri) terus berantem, justru koruptor yang senang. Ini harus dihentikan," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.