Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati dan KPK

Kompas.com - 29/01/2015, 14:00 WIB


Oleh: Luky Djani

JAKARTA, KOMPAS - Ikhtiar pemberantasan korupsi akan selalu menemui jalan terjal. Hal ini memang keniscayaan karena aksi memerangi korupsi berhadapan langsung dengan para koruptor yang berhimpun dalam wadah terorganisasi. Kejahatan korupsi hampir pasti dilakukan secara bersama dan terorganisasi. Kejahatan terorganisasi korupsi memiliki daya survival yang lebih baik dibandingkan kejahatan terorganisasi lainnya karena jamak pelakunya adalah orang-orang yang menduduki posisi kekuasaan formal dan tentu saja memiliki sumber daya yang mumpuni.

Karena itu, siapa pun yang berhadapan dengan "penjahat berseragam" ini harus menyiapkan banyak akal dan stamina. Juga jangan heran akan segenap cara untuk melemahkan agenda dan institusi pemberantasan korupsi mulai dari intervensi kekuasaan hingga kekerasan fisik.

Apakah agenda pemberantasan korupsi di Tanah Air memasuki lampu kuning? KPK sebagai garda terdepan dan motor pemberantasan korupsi sekali lagi mengalami tantangan. Cobaan-cobaan sebelumnya mampu dilewati lembaga ini. Semoga krisis kali ini berujung pada semakin kokohnya upaya pemberantasan korupsi. Pengalaman Korea Selatan dan Thailand bisa jadi pelajaran saat penjinakan lembaga ataupun upaya anti korupsi berhasil dilakukan. KPK di sana nasibnya cukup tragis.

NCCC dan KICAC

Prospek pemberantasan korupsi di Asia sedang memasuki masa senja. Lembaga anti korupsi bertumbangan. Agenda pemberantasan korupsi di Korea Selatan dimulai saat tokoh oposisi rezim militer, Kim Dae Jung, menjadi presiden pada Februari 1998. Strategi pamungkas Kim adalah inisiatif untuk membentuk UU dan komisi anti korupsi pada Agustus 1999 sebagai ujung tombak. Gagasan Kim mendapatkan resistensi dari para politikus dan lembaga legislatif sehingga butuh waktu dua tahun UU anti korupsi disahkan pada 24 Juli 2001. Setelah penetapan UU, muncul tentangan dalam pembentukan komisi anti korupsi dari pihak kejaksaan dan kepolisian. Akhirnya Korean Independent Commission Against Corruption (KICAC) terbentuk enam bulan kemudian pada Januari 2002.

Gebrakan KICAC menggoyang relasi koruptif antar-penguasa dan chaebol dan menyeret petinggi pemerintahan dan bisnis. Gebrakan tersebut mulai meresahkan para koruptor walau sejatinya KICAC tidaklah seperkasa saudaranya di Asia, seperti ICAC Hongkong, NCCC Thailand dan KPK karena KICAC tak diberi fungsi penyidikan dan penuntutan. Upaya menggoyang KICAC mendapatkan momentum saat pemerintahan berganti dari dua periode kepemimpinan progresif Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun ke pemerintahan konservatif Presiden Lee Myung-bak pada 25 Februari 2008.

Hanya berselang tiga hari, Presiden Lee memerger KICAC dengan dua institusi lain, yaitu Ombudsman dan the Administrative Appeals Tribunal (semacam PTUN), menjadi Anti-Corruption Civil Rights Commission (ACRC) pada 29 Februari 2008. Taji KICAC menurun dan menjadi lebih sebagai lembaga pemikir dengan fungsi utama pencegahan korupsi. Alasan utama penurunan daya KICAC adalah gebrakannya selama ini menghambat pertumbuhan ekonomi. Latar belakang Presiden Lee sebagai eksekutif salah satu chaebol membuatnya berpandangan bahwa pemberantasan korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Tentu saja publik bereaksi dan menentang penggabungan ini. Ketua TI Korea Geo-Sung Kim, berpendapat pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh iklim usaha yang bersih dan untuk mencapainya diperlukan organisasi seperti KICAC. Komisioner ACRC dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada presiden; bandingkan dengan komisioner KICAC yang dipilih Mahkamah Agung, legislatif, dan presiden. Kekhawatiran akan hilangnya independensi ACRC jadi valid.

Setelah penetapan Konstitusi Rakyat tahun 1997, National Counter Corruption Commission (NCCC) dibentuk pada November 1999. Lembaga ini merupakan penguatan dari institusi anti korupsi sebelumnya, CCC, yang terbatas fungsinya dan kurang independen. NCCC bertanggung jawab kepada Senat dan kesembilan komisionernya dinominasikan oleh Senat dan ditetapkan oleh raja. NCCC langsung menggebrak dengan mengungkapkan penggelapan aset Deputi Perdana Menteri Sanan Kachornprasart dan berujung pada pengunduran dirinya. Selang dua bulan, NCCC membongkar skandal suap senilai 30 juta bath yang bermuara pada pemecatan Wakil Menteri Keuangan Nibhat Bhukkanasut.

Sasaran NCCC selanjutnya adalah skandal penggelapan pajak dan kebohongan publik pada laporan kekayaan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Kasus ini sempat membuat karier politik Thaksin di ujung tanduk. Namun, setelah Pemilu Legislatif 2001—saat Thai Rak Thai menguasai Senat—Thaksin segera mengooptasi MA sehingga kasus penggelapan asetnya dibekukan. Sebagai balasannya, kesembilan komisioner NCCC dikriminalkan dengan tuduhan terlibat konflik kepentingan dengan menaikkan gaji per bulan mereka sebesar 45.000 bath (sekitar Rp 25 juta). Pemeriksaan ini akhirnya mendorong pengunduran diri para komisioner, Mei 2005.

Dengan menguasai mayoritas parlemen, Thaksin tanpa kesulitan menempatkan ’komisioner boneka’ (Pasuk dan Baker 2004). Setelah kekuasaan beralih dalam proses kudeta militer, junta kemudian mengganti NCCC menjadi National Anti-Corruption Commission (NACC) pada 15 Juli 2008. NACC menjadi instrumen rezim militer untuk menebang lawan-lawan politik.

Warisan Megawati

Setiap pemimpin mempunyai warisan yang menjadi monumen keberhasilannya. Bung Karno membuat situs tengaran megah mulai dari stadion Gelora Bung Karno (GBK), Masjid Istiqlal hingga patung-patung yang menghiasi rupa Ibu Kota. Zaman berganti, monumen masa kini tidak lagi berwujud tengaran arsitektural kota, tetapi arsitektur ketatanegaraan. Presiden Habibie meninggalkan monumen berupa kebebasan berkumpul dan berserikat, pemilu multipartai, kebebasan pers, dan otonomi daerah. Presiden Abdurrahman Wahid menata kembali fungsi dan posisi TNI, penghormatan terhadap pluralisme dan HAM.

Megawati menorehkan tonggak penting dalam upaya bangsa ini melawan korupsi. Mungkin tak banyak yang ingat bahwa pada 27 Desember 2002, Megawati membubuhkan persetujuan dan mengesahkan UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaga inilah ujung tombak dan harapan bangsa ini untuk penghapusan penyimpangan kekuasaan dalam bentuk penjarahan sumber daya publik oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi yang memiliki kekuasaan dan kekuatan kapital.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com