JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin bahwa status tersangka yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan akan menimbulkan ketegangan antara KPK dan Polri. Menurut Kalla, KPK dan Kepolisian RI merupakan dua institusi yang bekerja dengan saling mendukung.
"Tidaklah. Jangan lupa, di KPK juga banyak orang Polri. Setengah dari orang KPK itu orang polisi, masa tegang-tegang?" kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Sebelum kasus ini mencuat, hubungan KPK dengan Kepolisian sempat memanas, terutama ketika KPK menetapkan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko merupakan jenderal polisi pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Penetapan Djoko sebagai tersangka ini diikuti dengan penarikan besar-besaran penyidik Polri yang bertugas di KPK. Kepolisian juga sempat menggeruduk Gedung KPK untuk menangkap salah satu penyidik KPK, Novel Bawedan, atas tuduhan melakukan tindak penganiyaan yang terjadi delapan tahun silam.
Ketegangan antara dua institusi tersebut diselesaikan Susilo Bambang Yudhoyono selaku presiden ketika itu. SBY menilai proses penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat waktu dan caranya. Serangkaian kasus itu sempat memunculkan istilah "Cicak versus Buaya".
Menurut Kalla, kondisi Polri dan KPK saat ini berbeda dari waktu sebelumnya. Oleh karena itu, ia menilai kemungkinan besar gesekan antara dua institusi penegak hukum tersebut tidak lagi terjadi.
"Sekarang enggaklah, kan sudah dijelaskan tidak ada cicak, tidak ada buaya itu," ucap Kalla.
Terkait penetapan Budi sebagai tersangka, Kalla berharap proses hukumnya di KPK bisa berjalan adil. Ia yakin bahwa KPK tidak akan menahan Budi dalam waktu dekat. Ia mencontohkan kasus mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Purnomo, yang belum ditahan KPK meskipun ditetapkan sebagai tersangka sejak April tahun lalu.
"Sudah berapa lama Pak Hadi, enggak apa-apa kan? Yang lain juga enggak apa-apa kan? Ditahan itu orang kalau orang mau lari, mau apa, yak kan begitu. Masak Budi mau lari?" ucap Kalla.
Menurut dia, KPK perlu mencari terlebih dahulu dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Budi sebelum melakukan penahanan. Ia menilai perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Yang dimaksud korupsi kan itu yang merugikan negara, yang melanggar hukum yang memperkaya diri sendiri, tentu mesti dicari dulu apa yang dilanggar, yang mana yang merugikan negara, kan begitu kan," kata Kalla. Kendati demikian, Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum Budi.
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!!).
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri (baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan).
Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar. Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.