JAKARTA, KOMPAS.com — Calon kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan merasa tidak melakukan tindak pidana korupsi. Ia mengklaim semua transaksi keuangannya selama ini legal.
Budi menjelaskan, pada 2010 lalu, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) transaksi keuangan mencurigakan milik sejumlah perwira Polri.
"Melalui laporan LHA yang telah disampaikan ke Bareskrim Polri, kemudian LHA tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri dengan penyidikan yang profesional," kata Budi saat memberikan keterangan dalam fit and proper test di hadapan Komisi III di Kompleks Parlemen, Rabu (14/1/2015).
Dalam fit and proper test tersebut, Budi Gunawan menjelaskan terlebih dulu soal penetapan tersangka terhadap dirinya. Setelah itu, ia memaparkan visi dan misi sebagai calon kepala Polri.
Dalam transaksi itu, Budi mengaku ada transaksi bisnis keluarganya dengan pihak ketiga. Namun, ia tak menjelaskan siapa saja pihak yang dimaksud. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!)
"Bahwa benar pada rekening saya terdapat beberapa transaksi keuangan, di mana transaksi itu terkait bisnis keluarga yang melibatkan pihak ketiga selaku kreditor. Hal tersebut dikuatkan dengan perjanjian kerja sama," ujarnya.
Ia menambahkan, hasil penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri menyatakan bahwa semua transaksi miliknya bersih. Laporan hasil penyidikan itu, kata dia, telah diserahkan kepada PPATK.
"Hasil penyidikan disimpulkan sebagai transaksi yang wajar. Tidak dikatakan perbuatan melanggar hukum dan tidak melibatkan transaksi yang tidak wajar," ujar Budi Gunawan.
KPK belum menjelaskan substansi perkara yang menjerat Budi. KPK hanya menyebut Budi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta ke Kementerian Hukum dan HAM agar Budi dicegah bepergian ke luar negeri.
KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu LHA transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK ke Mabes Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.
Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu, tak ditemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.