“Ya kita akan mempelajari dulu keputusan DPR itu macam mana, surat DPR saja belum diterima,” kata Kalla, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Pemerintah, kata Kalla, memerlukan waktu lebih untuk mempelajari keputusan DPR sebelum Presiden mengambil keputusan apakah akan melantik Budi sebagai pengganti JenderaL (Pol) Sutarman atau tidak.
“Ya kita belum tahu juga karena apa isinya, itu kan. Apa kriteria DPR apa, diktumnya apa,” sambung Kalla.
Mengenai desakan masyarakat agar Jokowi tidak melantik Budi lalu menggantinya dengan calon Kapolri lain, Kalla berpendapat bahwa opsi itu tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat. Proses seleksi Budi sebagai Kapolri sudah berjalan.
“Sudah jalan prosesnya waktu itu. Masalahnya juga kan kenapa tiba-tiba juga tuh kan anunya (penetapan tersangkanya),” kata Kalla.
DPR setujui Budi Gunawan
Sebelumnya, DPR menyetujui Budi sebagai Kapolri pengganti Jenderal (Pol) Sutarman. Persetujuan itu tetap diambil dalam sidang paripurna, Kamis (15/1/2015), meski pun Budi berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Delapan fraksi yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP menyetujui keputusan tersebut tanpa memberikan pandangan. Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut.
Setelah adanya dua fraksi yang berbeda pendapat, Taufik menyarankan dilakukan forum lobi terlebih dulu. (Baca: Berubah, F-PAN Minta DPR Konsultasi Dulu dengan Presiden Sebelum Setujui Budi Gunawan)
Budi sendiri telah diloloskan Komisi III setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu (14/1/2015) kemarin. Keputusan itu diambil secara aklamasi. (Baca: Ray: Menyedihkan, Komisi III Bersatu Melecehkan Rakyat Setujui Budi Gunawan)
Dari 10 fraksi, saat itu hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak proses seleksi calon kepala Polri dilanjutkan setelah Budi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara itu, sembilan fraksi lainnya, termasuk PAN, berpendapat proses seleksi harus tetap dilanjutkan.
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!)
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri. (Baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan)
Ada pun, KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar. Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.