Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Dinilai Inkonsisten

Kompas.com - 12/01/2015, 14:00 WIB
KOMPAS.com/DIAN MAHARANIKalemdikpol Komisaris Jenderal Budi Gunawan melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (26/7/2013).


JAKARTA, KOMPAS - Keputusan Presiden Joko Widodo menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri tanpa melibatkan KPK dan PPATK dipertanyakan kalangan DPR dan sejumlah pengamat. Hal itu menunjukkan inkonsistensi Jokowi dalam mewujudkan penyelenggara negara yang bebas korupsi.

Pertanyaan itu salah satunya dilontarkan Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa saat dihubungi, Minggu (11/1/2015). Seharusnya Jokowi menetapkan calon kepala Polri setelah berkonsultasi dengan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah terkait penunjukan Budi Gunawan ini ironis karena Presiden telah memulai upaya baik dengan melibatkan KPK dan PPATK dalam pemilihan anggota kabinet.

"Ini berarti ada inkonsistensi Jokowi terhadap proses penyelenggaraan negara yang bebas korupsi. Ada apa dengan Jokowi (tidak melibatkan KPK dan PPATK)?" kata Desmond, yang juga menegaskan Komisi III akan bersikap obyektif dalam uji kepatutan dan kelayakan yang mungkin digelar pekan depan.

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional Mulfachri Harahap menambahkan, sepanjang belum terbukti, kepemilikan rekening tak wajar Budi Gunawan baru sebatas rumor. Karena itu, perlu ada klarifikasi dari lembaga berwenang, seperti KPK dan PPATK.

Mulfachri meyakini, rumor kepemilikan rekening gendut itu akan ditanyakan dalam uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III. Begitu pula rumor lain, salah satunya tentang keterlibatan Budi dalam kampanye pemenangan pasangan calon presiden tertentu yang banyak diberitakan media massa.

Peneliti hukum Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, berharap DPR menolak calon kepala Polri Budi Gunawan. DPR diharapkan mampu menampung aspirasi masyarakat yang menolak figur Kapolri bermasalah. "Atas nama akal sehat, DPR harus menjadi wakil rakyat yang menampung aspirasi publik yang menolak figur bermasalah," kata Feri Amsari, Minggu.

Menurut Feri, pembenahan Polri dan Kejaksaan Agung sangat mendasar dalam sistem peradilan. Belajar dari negara seperti Hongkong, yang pertama dibenahi adalah kepolisian.

Politis dan sarat nepotisme

Menurut dosen Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar, dicalonkannya Budi Gunawan tanpa pelibatan KPK mengindikasikan dorongan politis. Dengan masa pensiun Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman pada Oktober 2015, seharusnya masih ada waktu bagi Presiden untuk melibatkan KPK.

Bambang meyakini, pencalonan Budi Gunawan bernuansa nepotisme. Asumsi itu bersumber dari adanya usulan PDI-P terkait nama Budi, yang tidak lain ajudan presiden RI 2001-2004 Megawati Soekarnoputri.

"Adanya usul partai, serta tidak dilibatkannya KPK, menguatkan kesan Presiden mementingkan kepentingan politik. Hal itu disayangkan sebab kepala Polri tidak hanya harus berprestasi dan memiliki rekam jejak baik, tetapi juga harus memiliki moral yang baik pula," kata Bambang, di Jakarta, Minggu.

Dia menganggap penggunaan hak prerogatif Presiden terburu-buru. Meski tak diatur dalam undang-undang, keterlibatan KPK dan PPATK dapat menjadi pertimbangan Presiden terkait komitmen menghindari penegak hukum yang memiliki masalah hukum. "Tidak ada situasi mendesak di dalam negeri serta Polri sehingga Presiden tidak perlu cepat-cepat menggunakan hak (prerogatif) itu," ujarnya.

Petisi agar Presiden Jokowi menunda penyerahan daftar calon kepala Polri serta melibatkan KPK dan PPATK hadir di dunia maya melalui situs www.change.org/CalonKapolri. Petisi yang digagas Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho tersebut dibuat pada Jumat (9/1) sebelum nama Budi diajukan Presiden ke DPR. Hingga Minggu (11/1) pukul 18.45, 474 netizen meneken petisi dalam jaringan itu.

"Kami kecewa Presiden tidak melibatkan KPK. Tetapi, kami masih berharap Presiden Jokowi menarik kembali usulan calon kepala Polri itu," kata Emerson.

Sementara itu, saat dihubungi Kompas Minggu malam di Jakarta, Budi Gunawan mengatakan, pihaknya akan menjelaskan semua pertanyaan publik pada saat uji kelayakan dan kepatutan yang akan digelar di DPR.

Pemerintah, melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Sabtu (10/1), berkeyakinan, DPR akan menyetujui Budi Gunawan. Hal ini mengingat penunjukan kepala Polri merupakan masalah kenegaraan dan terkait kewibawaan institusi, bukan hanya berkenaan dengan yang dicalonkan. (OSA/NTA/ANA/SAN/WHY/DEN/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com