Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan PK Dinilai Penyerobotan Hak Narapidana

Kompas.com - 11/01/2015, 13:18 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang membatasi waktu pengajuan peninjauan kembali menjadi hanya satu kali merupakan bentuk penyerobotan hak warga negara, termasuk narapidana oleh negara. Ketua Dewan Pengawas ICJR Ifdhal Kasim juga menilai Surat Edaran MA ini berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia.

"Kecenderungan yang terjadi bagaimana pelan-pelan hak napi diambil alih negara melalui instrumentasi hukum pidana ini. SEMA itu merupakan bentuk penyerobotan hak pada setiap orang, termasuk napi untuk menggunakan prosedur hukum yang tersedia. Pengambilan oleh negara terhadap hak narapidana ini pelanggaran HAM," kata Ifdhal di Jakarta, Minggu (10/1/2015).

Mantan Ketua Komisi Nasional HAM ini juga menilai bahwa seharusnya negara memberikan perlindungan kepada warga negara untuk menggunakan prosedur hukum yang ada, yakni peninjauan kembali. ICJR prihatin atas langkah MA yang malah membatasi waktu pengajuan PK. Menurut Ifdhal, sedianya yang diatur MA bukan batas pengajuan PK melainkan mengatur kriteria nouvum atau bukti baru yang menjadi dasar pengajuan PK.

"Yang diatur harusnya bukan membatasinya tapi bagaimana nouvum. Syarat-syarat nouvum yang diperjelas sehingga orang ajukan PK dengan bukti baru yang jelas," ucap dia.

Ifdhal juga menilai terbitnya Surat Edaran MA tersebut menunjukkan jika hukum pidana mulai digunakan untuk kepentingan kebijakan negara. Diterbitkannya SEMA, ucap dia, dilandasi kepentingan pemerintah untuk segera melakukan eksekusi terhadap terpidana mati narkoba. "

"Masalah yang dihadapi Kejaksaan Agung sebagai institusi yang melakukan eksekusi, semua terpidana mati ini masih punya hak untuk meringankan hukuman. Untuk mpermudah, diaturlah oleh MA mengenai PK sehingga PK hanya bisa dilakukan satu kali," kata Ifdhal.

Padahal, menurut dia, penundaan eksekusi oleh Kejaksan Agung sudah lama terjadi di Indonesia. Pada 2010, Badan Narkotika Nasional sudah mendesak Kejaksaan Agung untuk eksekusi 68 terpidana mati. Pada 2008, ada terpidana mati yang telah menunggu selama 38 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.

"Kedua contoh ini membuktikan bahwa pada dasarnya Kejaksaanlah yang enggan eksekusi," ucap Ifdhal.

Seperti diberitakan sebelumnya, Surat Edaran MA yang membatasi PK hanya bisa satu kali ini bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa aturan yang membatasi PK menjadi satu kali itu inkonstitusional.

Terkait polemik pengajuan PK ini, Menteri Koordiantor Politk, Hukum, dan Keamanan, Jaksa Agung, serta Menteri Hukum dan HAM menadatangani kesepakatan yang merupakan hasil tinjauan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang menyatakan peninjauan kembali dapat diajukan lebih dari sekali.

Melalui kesepakatan tersebut, Pemerintah menilai perlu adanya peraturan baru yang mengatur mekanisme pengajuan permohonan PK terkait nouvum (bukti baru), pembatasan waktu, serta cara pengajuannya. Pemerintah juga tidak memberikan toleransi terhadap terpidana mati yang grasinya ditolak oleh presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com