Instruksi tersebut diberikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang memantau langsung proses penyelaman dari anjungan KRI Banda Aceh. "Sudah, stop saja dulu," perintah Moeldoko setelah mendapatkan laporan bahwa arus di bawah air begitu kencang.
Arus laut yang dilaporkan penyelam dari saluran komunikasi radio siang itu mencapai lebih dari 5 knot. Satu knot sama dengan 1,85 kilometer per jam. Pada kondisi normal, penyelam dapat bekerja dengan baik pada kecepatan arus 1-2 knot.
Tim penyelam sudah mencoba turun ke lokasi ekor pesawat yang terdampar di kedalaman 35 meter. Namun, baru 5 meter ke dalam air, arus kencang sudah terasa dan penyelam harus naik kembali ke atas perahu karet. Moeldoko pun bertanya kepada tim di anjungan, apakah memungkinkan jika penyelaman dilanjutkan pada malam hari.
Proses pengangkatan ini sudah hampir memasuki tahap akhir, yakni mengaitkan crane di kapal crest onyx milik SKK Migas ke tali yang sudah diikatkan di ekor pesawat. Crest onyx bisa mengangkat beban hingga 50 ton.
"Ini kan tinggal mengaitkan saja, apa bisa dilakukan malam hari?" tanya Moeldoko.
Salah satu penyelam yang berada di anjungan, Serka Oot Sudarma, menjelaskan bahwa pada malam hari, gelombang laut memang berangsur-angsur mengecil. Namun, jarak pandang penyelam akan memburuk.
"Tetapi, kalau hanya mengaitkan saja bisa. Nanti mengkuti tali yang sudah terpasang" ucap Oot.
Dari segala kondisi tersebut, Moeldoko pun akhirnya mengambil keputusan untuk menghentikan sementara kegiatan penyelaman dan melanjutkannya kembali pada malam hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.