"Islah dalam arti apa? Islah dalam pengertian saya (ketika) dua-duanya benar," tepis Agung seusai terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar versi munas di Jakarta, Senin (8/12/2014) dini hari.
"Kami melihat bahwa dari (kubu Munas IX di) Bali tidak benar. Lebih baik diserahkan (penyelesaian dobel kepengurusan) ke jalur hukum," tegas Agung. Dia pun menolak berandai-andai soal akhir dinamika Partai Golkar ini.
"Saya tidak bisa ambil asumsi secara nyata. Jika sudah ketemu (keputusan hukumnya), apa pun hasilnya dari pengadilan, (kami) akan patuhi hukum yang berlaku," lanjut Agung.
Langkah ke Kementerian Hukum dan HAM
Meski mempersilakan masalah dobel kepengurusan ini dibawa ke ranah hukum, Agung tetap berkeyakinan bahwa pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM tak akan kesulitan menentukan versi kepengurusan mana yang sah dan benar. "Kami punya dasar hukum yang kuat," ujar dia.
Menurut Agung, dalam munas versi Jakarta ini menguat dukungan untuk menolak munas versi Bali alias munas yang menghasilkan kepengurusan Aburizal Bakrie. "Dan kami menyampaikan bukti-bukti kepesertaan," tegas dia.
Namun, Agung mengakui, selama belum ada keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM tentang versi kepengurusan yang sah, maka situasi sekarang masih status quo. "Kami harapkan pihak terkait bisa tetap ambil keputusan dan sikap," harap dia.
Satu hal dipastikan Agung, pemecatan terhadap belasan kader "senior" partainya oleh kubu Aburizal tak pernah dianggapnya ada. "Kami tidak akui hasil (munas) di Bali. Karenanya, kami merasa tidak pernah dipecat," tegas dia.
Agung pun berpendapat bahwa munas di Bali mengandung kekeliruan. Dia menambahkan, forum munas juga bukan ajang untuk menentukan pemecatan kader. "Munas itu justru untuk tugas rehabilitasi, bukan memecat," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.