Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pusat Izinkan Aceh Kelola Migas hingga 200 Mil jika Ubah Bendera

Kompas.com - 19/11/2014, 18:46 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah pusat setuju melibatkan pemerintah Aceh untuk mengelola potensi minyak dan gas di wilayah 200 mil dari garis pantai jika Aceh bersedia untuk mengubah benderanya. Menurut pemerintah pusat, bendera Aceh yang disetujui DPR Aceh pada Maret 2013 tersebut mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Ada beberapa yang diminta akan diberikan, tetapi mereka harus mengubah bendera. Bendera tak boleh yang sekarang, warna dan bentuknya. Kewenangan kita untuk serahkan kepada mereka. Kita minta, yang diminta oleh pusat, diberikan sesuai pusat," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Tedjo mengatakan ini seusai mengikuti rapat koordinasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hadir pula dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.

Sebelumnya, Aceh minta dilibatkan untuk mengelola potensi minyak dan gas di wilayah 200 mil dari garis pantai. Menurut Aceh, wilayah itu masuk dalam kewenangan pemerintah daerah berdasarkan perjanjian Helsinki. Namun, menurut pemerintah pusat, kawasan yang bisa dikelola Pemerintah Aceh hanya 12 mil dari garis pantai.

"Mereka (minta) kelola tambang yang ada di pesisir dan teritorial. Teritorial menurut kita 12 mil, tapi mereka artikan sama seperti zaman kerajaan, sampai Selat Malaka, dan ini enggak benar. Kita gunakan aturan hukum yang berlaku," ujar Tedjo.

Ia berpendapat, peraturan utama yang mendasari pembagian kewenangan ini adalah undang-undang mengenai pemerintah Aceh, bukan perjanjian Helsinki. Perjanjian Helsinki, kata Tedjo, hanya sebatas pelengkap dari undang-undang. Kendati demikian, menurut Tedjo, pemerintah pusat akan memberikan sebagian kewenangannya kepada Aceh jika unsur GAM dihapus dalam bendera mereka.

"Wapres mengatakan, mereka minta, partai GAM mereka ya diganti. Asal jangan GAM. Bisa partai Aceh, partai nasional Aceh, itu boleh. Bendera juga boleh. PSSI saja punya bendera dan kita kasih. Yang ada kesan GAM itu jangan. Itu saja. Apa yang mereka minta, boleh, tetapi (harus memenuhi) pergantian bendera, yang tak ada kesan GAM," tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan menyampaikan adanya penafsiran yang berbeda antara pemerintah Aceh dan pemerintah pusat soal pengelolaan laut. Dalam MoU Helsinki poin 1.3.3 terkait bidang Ekonomi, Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh. Pemerintah Aceh menafsirkan klausul "di sekitar Aceh" adalah wilayah sejauh 200 mil dari garis pantai, sedangkan bagi pemerintah sejauh 12 mil.

Pengelolaan minyak dan gas bumi di Aceh ini menjadi salah satu poin dalam pembahasan evaluasi Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Lambang dan Bendera Aceh. Qanun Bendera Aceh diundangkan sejak Maret 2013 lalu. Qanun itu mengatur bahwa lambang dan bendera Aceh sama persis dengan lambang GAM. Pemerintah pusat meminta pihak Aceh mengevaluasi regulasi tersebut karena dinilai bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com