Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Biak Numfor Divonis 4,5 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta

Kompas.com - 29/10/2014, 17:11 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Bupati Biak Numfor Papua nonaktif, Yesaya Sombuk. Yesaya dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima suap dari pengusaha Teddy Renyut terkait proyek pembangunan tanggul laut di Biak.

Proyek tersebut diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Yesaya Sombuk dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan ditambah denda sebanyak Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama empat bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Artha Theresia saat membacakan putusan, Rabu (29/10/2014).

Menurut hakim, hal yang memberatkan Yesaya adalah anggapan bahwa ia tidak mendukung program pemerintah atas upaya pemberantasan korupsi, ia juga berinisiatif dan aktif meminta uang kepada Teddy Renyut, serta gagal memberikan suri teladan kepada masyarakat Biak Numfor. Terlebih lagi, Yesaya pernah menjadi guru.

Adapun yang meringankan adalah sikap bahwa Yesaya mengaku dan menyesali perbuatannya. Yesaya juga belum pernah bersangkutan dengan kasus hukum, dan merupakan tulang punggung keluarga.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut Yesaya dihukum enam tahun penjara. Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan. Hakim menyatakan bahwa Yesaya terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Menurut hakim, Yesaya terbukti menerima uang 100.000 dollar Singapura dari Teddy. Uang tersebut diterimanya dalam dua tahap, yakni 63.000 dollar Singapura pada 11 Juni 2014 dan 37.000 dollar Singapura pada 16 Juni 2014.

"Terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya menerima uang adalah untuk menggerakkan terdakwa dalam jabatannya selaku Bupati Biak supaya pekerjaan rekonstruksi tanggul laut yang sedang diusulkan diberikan kepada Teddy. Perbuatan terdakwa yang telah menerima uang itu telah bertentangan dengan terdakwa sebagai penyelenggara negara," kata hakim.

Perkenalan pertama Yesaya dengan Teddy terjadi sebelum dia dilantik sebagai Bupati Biak pada Maret 2014. Setelah dilantik, Yesaya kembali mengadakan pertemuan dengan Teddy. Selanjutnya, Yesaya mengajukan permohonan pembangunan tanggul laut kepada Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

Anggaran untuk proyek ini menurut rencana sebesar Rp 20 miliar. Pada Juni 2014, Yesaya menghubungi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor Yunus Saflembolo, dan menyampaikan bahwa dia sedang butuh uang. Yesaya juga meminta Yunus menyampaikan kebutuhannya itu kepada Teddy, dan mengajak bertemu.

Dalam pertemuan itu, Yesaya langsung menyampaikan bahwa dia butuh uang sekitar Rp 600 juta. Ketika itu, Teddy menjawab bahwa dia sedang tidak punya uang, tetapi dia bisa meminjam dari bank asalkan perusahaan Teddy, yakni PT Papua Indah Perkasa, diberikan jatah pengerjaan proyek. Setelah pertemuan tersebut, Yesaya langsung memerintahkan Yunus untuk mengecek kepastian proyek tanggul lain di Kementerian PDT.

Saat itu, Yesaya menyampaikan kepada Teddy bahwa proyek tanggul laut dapat dikawal oleh pengusaha itu. Tak lama setelah itu, Teddy menyerahkan uang kepada Yesaya di Jakarta sebesar 63.000 dollar Singapura.

Merasa belum cukup, Yesaya kembali meminta uang kepada Teddy melalui Yunus. Atas permintaan itu, Teddy mengabulkannya. Dalam pertemuan di Hotel Acacia Jakarta, Teddy menyerahkan uang sebesar 37.000 dollar Singapura kepada Yesaya. Tak lama setelah penyerahan uang tersebut, petugas KPK menangkap Yesaya dan Teddy.

Setelah mendengarkan putusan vonis, Yesaya langsung berkonsultasi dengan penasihat hukumnya mengenai pertimbangan pengajuan banding.

"Baik yang mulia, saya pikir-pikir (untuk banding)," ujar Yesaya setelah berkonsultasi.

Jaksa penuntut umum KPK juga masih mempertimbangkan pengajuan banding atas vonis tersebut. Dalam kasus ini, Teddy juga berstatus sebagai terdakwa. Teddy akan menerima vonisnya pada hari ini dari majelis hakim Tipikor Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

Nasional
Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

Nasional
Megawati Cermati 'Presidential Club' yang Digagas Prabowo

Megawati Cermati "Presidential Club" yang Digagas Prabowo

Nasional
Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Nasional
Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Nasional
Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Nasional
Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com